REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah yang akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) mendapat berbagai tanggapan dari berbagai kalangan mayarakat. Kenaikan harga BBM yang biasanya diikuti lonjakan harga kebutuhan pokok, seperti sembako, tarif angkutan umum, dan harga kebutuhan lainnya membuat masyarakat apatis, pasrah, dan ada pula yang mengeluh.
''Kita mah orang susah, nggak mau ambil pusing, tinggal ikutin aja maunya pemerentah, pusing klo mikirin mah," ujar Dewi (59) yang sehari-harinya berdagang sayur di pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, kepada Republika.co.id.
Wanita asal Betawi ini, mengungkapkan, jika harga BBM naik, ia harus menyiasatinya dengan mengurangi stok belanja sayurannya. Solusi selanjutnya menaikkan harga jual sayurannya. "Namanya sayur mah orang butuh mas," kata ibu tiga anak itu.
Berbeda dengan Dewi yang tak mau ambil pusing, Anis (40), pedagang ikan laut di Pasar Kramat Jati mengeluhkan rencana pemerintah itu. Menurut dia, jika harga BBM naik, maka akan sulit baginya untuk menjajakan dagangannya kepada pembeli. Jika BBM nak, kata Anis, semakin sulit menafkahi keduanya anaknya yang masih duduk di bangku sekolah.
"Bayaran sekolah udah mahal, ditambah lagi BBM mau naik," ujar Anis, wanita asal Bangkalan Madura ini. Sehari-harinya, Anis mengambil ikan dari pasar ikan Muara Baru, Jakarta Utara. Ia harus mengeluarkan ongkos lebih jika kenaikan harga BBM terealisasi oleh pemerintah.
"Saya harus merogoh kocek dalam-dalam lah mas, klo bisa sih jangan sampai naik," harapnya.
Menurut pantauan Republika, saat ini harga kebutuhan pokok masih relatif normal. Belum ada perubahan harga mencolok yang membuat para ibu rumah tangga merasa keberatan.
Hafiz, seorang buruh pabrik di kawasan Gandaria, Jakarta Timur, mengaku untuk mencukupi kebutuhan hidupnya saat ini ia harus putar otak. "Kalau gaji saya ikut naik ngak masalah," ujar Hafiz saat berbincang dengan Republika.co.id di depan pabrik tempatnya bekerja.