REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan, secara hukum Islam anak yang lahir dari hasil hubungan di luar nikah tidak memiliki hak perwalian dari bapak biologisnya.
"Anak perempuan yang lahir di luar perkawinan, ayah biologisnya tetap tidak boleh menjadi wali saat anaknya menikah," kata Said Aqil di Jakarta, Selasa (28/2).
Dalam kasus seperti itu, kata Said Aqil, maka harus menggunakan wali hakim. Jika memaksakan ayah biologis menjadi wali, maka pernikahan tidak sah.
Said Aqil mengemukakan hal itu menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materiil pasal 43 ayat 1 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyangkut status anak di luar perkawinan.
Sebelum diuji materi, ayat tersebut menyebutkan anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarganya.
Setelah diuji materi ayat tersebut menyebutkan anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan kedua orang tua biologis, dan keluarganya dapat mengajukan tuntutan ke pengadilan untuk memperoleh pengakuan dari ayah biologisnya melalui ibu biologisnya.
Argumentasi yang melandasi keputusan ini antara lain bahwa setiap anak adalah tetap anak dari kedua orang tuanya, terlepas apakah dia lahir dalam perkawinan yang sah atau di luar itu, dan bahwasanya dia berhak memperoleh layanan dan tanggung jawab yang sama dalam perwalian, pemeliharaan, pengawasan dan pengangkatan anak. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang menyangkut hak asasi manusia (HAM).
Menurut Said Aqil, keputusan MK itu hanya memberikan penegasan hubungan biologis antara anak dan kedua orang tua bilogisnya beserta hak keperdataan.
Namun, lanjutnya, menurut ajaran Islam keputusan MK tersebut tidak akan mengubah status perwalian anak hasil hubungan di luar perkawinan.
Pendapat senada sebelumnya dikemukakan Ketua Umum Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa, Minggu (26/2). Ia menyarankan agar MK, Kemendagri, dan Kemenag berkoordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia dan ormas Islam untuk merumuskan tata pelaksanaannya agar keputusan MK tersebut tidak bertabrakan dengan hukum Islam ketika diterapkan.
Ketua MK Mahfud MD sepakat dengan pendapat Muslimat. Ia pun mengimbau Kemenag dan Kemendagri segera mengatur persoalan teknis terkait putusan MK tersebut.
"Kami mengimbau Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri untuk segera mengatur soal-soal teknis administrasinya," kata Mahfud usai menghadiri peresmian Gedung PBNU II di Jakarta, Senin (27/2).