REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengaku memberi dukungan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan audit investigasi terhadap Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH). Menurut Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj, hal itu menjadi tepat untuk dilakukan, asalkan memang benar terdapat indikasi penyelewangan dana haji.
Selain itu, kata dia, juga untuk memberikan keamanan bagi para jamaah haji. “Kalau memang ada indikasi korupsi, itu menjadi tepat dilakukan KPK,” ungkapnya, di sela-sela acara peresmian Gedung II PBNU, di Matraman, Jakarta Pusat, Senin (27/2).
Menurut Kiai Aqil, apa yang dilakukan KPK sejatinya dapat menjadi rambu dari indikasi penyelewangan. Selain itu, kata dia, juga memberikan masukan tambahan bagi departemen agama dalam mengatur lalu lintas beribadah haji. Karena itu, menurut dia lama masa tunggu jamaah calon haji untuk menunaikan ibadah tersebut dapat menjadi berkurang.
Kendati demikian, jelas dia, jika departemen agama bisa memberikan jaminan tidak adanya penyewalengan juga keamanan bagi para jamaah, masyarakat bisa lantas percaya, pun termasuk KPK. Selain itu, PBNU juga mengaku setuju jika dana yang ada dapat dikelola secara syariah.
Akan tetapi, kata Kiai Aqil, hal tersebut menjadi kegiatan teknis dan menjadi kapasitas departemen agama. “Kalau departemen agama sepakat untuk dikelola secaya syariah, kita (PBNU) setuju,” ujarnya.
Yang terpenting, tegasnya, bagaiamana semua pihak terkait dapat memberikan rasa aman kepada para calon jamaah haji untuk menabungkan uang mereka. Selain itu, lanjutnya, juga bagaimana untuk mengatur agar masa tunggu tidak terlalu lama. “Kasihan para orang tua yang ingin naik haji tapi harus menunggu sampai puluhan tahun,” ungkap Kiai Aqil.
Seperti diketahui, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas pernah mengusulkan untuk dilakukan moratorium ibadah haji. Hal tersebut, didasari pihaknya karena adanya indikasi penggelembungan BPIH yang sebanyak Rp 38 triliun. “KPK berbasis pada menggelembungnya dana BPIH sejumlah Rp 38 triliun dengan bunga Rp 1,7 triliun,” kata Busyro beberapa waktu lalu.