Sabtu 25 Feb 2012 21:45 WIB

Masuknya Limbah B3 Dinilai karena Ketidaktegasan Presiden

Rep: Ahmad Reza Safitri/ Red: Chairul Akhmad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Keadilan Perkotaan Institus Hijau Indonesia, Selamet Daroyni, menilai masuknya limbah B3 ke Indonesia karena ketidaktegasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Hal itu, kata dia, karena kepala negara belum bisa menunjukkan konsistensinya dalam kesepakatan internasional terkait dengan Konvensi Bassel, bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi Basel yang bersepakat larang kegiatan ekspor impor antar negara.

Menurut dia, jika ketegasan dimiliki, maka presiden melalui jajarannya dapat menolak keras kepada negara-negara yang masih mengekspor limbah B3 ke Indonesia. Bahkan pemerintah juga bisa memutus hubungan diplomatik. “Presiden harus berani dan bersikap tegas untuk itu,” kata Selamet.

Jika itu tidak dilakukan, lanjut dia, maka negara-negara pengekspor limbah tersebut, seperti Inggris, Belanda, dan Amerika tidak lagi memandang rendah Indonesia yang seolah menganggap Indonesia adalah ‘tong sampah’ dunia.

Selain itu, pihaknya juga menilai adanya perbedaan pemahaman antara tiga instansi pemerintah terkait maraknya limbah B3 yang masuk, yakni Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Perindustrian, dan Perdagangan. Padahal menurut KLH, setiap kegiatan impor limbah B3 dalam bentuk apapun menjadi sesuatu yang terlarang, sesuai dengan UU Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan UU Nomor 32 tahun 2009 terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Sementara itu, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan melakukan hal berbeda. Mereka berpendapat, sepanjang masih memiliki nilai ekonomi, setiap barang boleh masuk ke Indonesia. “Itu fakta yang terjadi,” ujar Selamet.

Beda pandangan inilah yang menurut Selamet membuat limbah B3 dapat terus menerus masuk ke Indonesia. Selain itu, kata dia, ada juga dugaan kuat adanya mafia yang ‘bermain’. Sehingga, meskipun ada aturan yang melarang, namun barang-barang berbahaya itu tetap bisa masuk.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement