REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PLN Nur Pamudji enggan berkomentar banyak terkait pernyataan Direktur Operasional PLN Indonesia Timur Vickner Sinaga di DPR kemarin (23/2). Untuk memenuhi kebutuhan listrik di Papua, Vickner mengaku membeli BBM solar salah satunya dari oknum polisi. Hal ini tentunya menjadi tanda tanya bagaimana mungkin BBM subsidi dapat dibeli dari oknum polisi.
"Kita menunggu pembahasan ini di DPR," kata Pamudji kepada wartawan usai coffee morning di kantor Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jakarta Selatan, Jumat (24/2). Senada dengannya, Dirjen Ketenagalistrikan Jarman juga menolak berkomentar banyak. "Kita cek dulu dari PLN, BBM juga menjadi kewenangan Dirjen Migas. Kita lihat dulu lah," katanya.
Dalam rapat dengar pendapat di DPR Komisi VII sehari sebelumnya, Vickner memaparkan pembangkit listrik di Timika, Papua kekurangan bahan bakar minyak solar. PLN Indonesia Timur akhirnya mencari sumber-sumber BBM solar untuk menutupi kekurangan tersebut agar listrik di sana tetap beroperasi.
Di antaranya PLN membeli 70 ton melalui bantuan pemerintah daerah lewat PT Freeport Indonesia. Berikutnya 20 ton dari buffer setempat, dan 30 ton dari oknum polisi di Timika.
Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Effendi Simbolon marah. Ia menganggap ini satu pelanggaran. DPR berikutnya akan mengusut tuntas jika institusi Polri ikut terlibat dalam jual beli BBM di Timika, Papua. "Jika terbukti melanggar, jelas berurusan dengan hukum," kata Effendi.
Kabar ini kian membesar, apalagi menjelang April 2012, pemerintah melalui Kementerian Keuangan, berencana menaikkan tarif dasar listrik (TDL) hingga 10 persen. Hal tersebut, menurut Effendi, jelas tak akan dibiarkan DPR dengan mudah jika kenyataannya kondisi di lapangan demikian.
Pamudji mengatakan masalah kenaikan TDL itu antara Kementerian Keuangan dan DPR. PLN hanya mengikuti dan menjalankan aturan yang ditetapkan. "Namun, usulan kenaikan itu jelas sudah disampaikan ke DPR," katanya.