Jumat 24 Feb 2012 11:48 WIB

Aksi Anarkis Marak, Presiden SBY Prihatin

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjawab sejumlah pertanyaan pers di Istana Negara, Jakarta, Senin (13/2) malam.
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjawab sejumlah pertanyaan pers di Istana Negara, Jakarta, Senin (13/2) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan prihatin atas maraknya aksi anarkis dan kekerasan yang terjadi di beberapa wilayah akibat ketidakpahaman dalam menggunakan hak untuk berekspresi dan juga hak pribadi.

"Di era kebebasan demokrasi sekarang ini, di era mengemukakan hak termasuk HAM, kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan pers, desentarlisasi dan otonomi daerah, sebagaian besar membawa kebaikan karena itu amanah reformasi. Tapi ada yang melemah, solidaritas, persaudaraan, persatuan dan kesatuan. Bahkan akhir-akhir ini muncul kembali aksi kekerasan, main hakim sendiri, premanisme dan konflik komunal atau horizontal," kata Presiden saat  membuka Musyawarah Nasional Generasi Muda Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI-Polri Indonesia (FKPPI) di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Jumat.

Kepala Negara mengatakan, hal tersebut akibat tidakdipahaminya makna demokrasi dan kebebasan menggunakan hak dalam arti yang luas. Presiden mengatakan dalam berjalanan sejarah bangsa, selalui ada koreksi yang dilakukan oleh sejarah dan sifatnya menyeluruh.

Yudhoyono mengatakan, Indonesia pernah mengalami masa demokrasi liberal di era 1950-an yang mengakibatkan kondisi pemerintahan tidak stabil dan pembangunan tidak berjalan dengan baik. Masa itu, kata presiden, dikoreksi dengan adanya demokrasi terpimpin dan juga presidential yang pada akhirnya menuju era otoritarian.

Masa otoritarian berakhir dengan adanya koreksi pada 1998 dan masuk era reformasi hingga saat ini.

Bercermin dari sejarah, Presiden mengajak agar ekses negatif dari era reformasi dan demokratisasi berupa berkurangnya rasa persatuan dan keeratan bisa segera dikoreksi tanpa menunggu sejarah yang akan mengoreksinya karena akan menimbulkan dampak yang sangat besar.

"Setelah 10 tahun reformasi selain adanya kebaikan, juga adanya aksi kekerasan dan penggunaan hal yang tidak terbatas. Mari seluruh rakyat Indonesia dengan niat yang baik kita lakukan koreksi seperlunya. Tidak perlu menunggu datangnya koreksi sejarah, dengan tetap berangkat dari posiis yang telah kita miliki, ham, hak warga negara tetap dilindungi serta ruang partisipasi publik tetap dibuka, namun mari kita pastikan kita gunakan secara patut dan tidak lebihi kepatutan," kata Presiden.

Presiden juga menyambut baik pemikiran Ketua Umum GM FKPPI Hans Silalahi yang mengatakan saat ini gerakan pemuda jangan terfokus pada aksi demonstratif dan juga anarkis namun lebih pada upaya peningkatan peran melalui kekuatan moral, pemikiran dan gagasan serta ide yang cemerlang.

Acara Musyawarah Nasional IX GM FKPPI dihadiri oleh 390 utusan dari seluruh provinsi di Indonesia. Berlangsung sejak 24 Februari 2012 hingga 26 Februari 2012. Hadir mendampingi Presiden, Menpora Andi Mallarangeng, Menko Kesra Agung Laksono, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dan sejumlah pejabat lainnya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement