Jumat 24 Feb 2012 08:21 WIB

Pemerintah Diminta Selamatkan 37 TKI dari Perbudakan di Arab Saudi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Anggota Komisi III (Bidang Hukum, Perundang-undangan, Hak Asasi Manusia, dan Keamanan) DPR RI Eva Kusuma Sundari meminta pemerintah segera menyelamatkan 37 tenaga kerja wanita dari praktik perbudakan di negara-negara Arab.

"Saat ini mereka sedang diperlakukan bagai budak oleh para majikan mereka di Saudi Arabia, Yordania, Suriah, Libya, Mesir, Kuwait, dan Qatar," kata Eva.

Berdasarkan data KOPR-TKI yang dia miliki, tercatat 37 TKW mendapat perlakuan bagai budak oleh para majikan mereka di sejumlah negara yang menjadi anggota Liga Arab itu.

Lembaga swadaya masyarakat (LSM) itu menerima laporan dari para orang tua TKW bahwa anak mereka sudah habis masa kontrak kerjanya. Namun, kata Eva, mereka tidak diperbolehkan pulang oleh majikannya.

"Yang mengenaskan, para majikan tidak memberi gaji kepada mereka sejak dari pertama mereka bekerja di negara tersebut," kata Eva yan juga anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI berasal dari Daerah Pemilihan Jawa Timur VI itu.

Eva yang juga mantan Wakil Koordinator Timsus TKI DPR RI itu menjelaskan, praktik perbudakan terhadap para perempuan Indonesia tersebut harus segera diakhiri karena tidak sesuai dengan martabat bangsa dan negara berdaulat.

Data LSM KOPR-TKI menyebutkan, tiga di antara 37 TKW yakni Sritati binti Trisno, pemilik paspor Nomor AB 358116 di Siria, Novi binti Danuji pemegang paspor Nomor P 788370 di Kantor Bijri Al Joud, majikan bernama Muhammad Agra di Suriah. Keduanya

berangkat dari Indonesia pada 2007. Satu lainnya, TKW bernama Aslia binti Sarmani (Nomor Paspor AH 605095) bekerja di Yordania sejak 2006.

PDI Perjuangan menuntut Kementerian Luar Negeri menginisiasi pembentukan dan memimpin kelompok kerja khusus untuk penyelesaian kasus-kasus WNI yang terjebak praktik perbudakan.

"Laporan dari KOPR-TKI atau LSM lain merupakan indikasi tentang besarnya 'magnitude' persoalan perbudakan WNI sebagai akibat kebijakan pengiriman TKI ke luar negeri oleh pemerintah yang miskin proteksi," kata Eva yang juga Ketua ASEAN Inter-Parliamentary

Myanmar Caucus (AIPMC) atau Kaukus antar-Parlemen ASEAN untuk Myanmar itu.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement