REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI), Burhanuddin Muhtadi, menyatakan memburuknya citra parpol menyusul terkuaknya sejumlah politisi yang terindikasi korup membuat kecenderungan masyarakat tidak menggunakan hak pilihnya atau menjadi golongan putih (golputa). Dia berpendapat, pada Pemilu Legislatif 2014, ada kecenderungan golput semakin tinggi.
"Kami mencermati, pada tiga kali pemilu legislatif terakhir tingkat partisipasi pemilih terus menurun drastis yang artinya tingkat kenaikan golput meningkat tajam," kata Burhanuddin Muhtadi di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/2).
Menurut Burhanuddin, LSI mencermati trend kecenderungan golput yang meningkat melalui hasil survei yakni pada Pemilu Legisllatif 1999 jumlah golput hanya sebesar 6,3 persen, pada Pemilu 2004 menjadi sekitar 16 persen, dan pada Pemilu 2009 meningkat lagi menjadi 29,1 persen.
Ia meninai kecenderungan peningkatan peningkatan pemilih golput sangat tajam dalam tiga kali pemilu terakhir. Dibandingkannya dengan negara-negara maju, terutama Amerika Serikat yang menerapkan sistem demokrasi, trend peningkatan pemilih golput hingga 40 persen baru terakumulasi selama sekitar 200 tahun. "Di Indonesia, hanya terjadi dalam waktu 12 tahun, pemilih golput sudah meningkat menjadi 29 persen," katanya.
Direktur LSI ini menilai, fenomena perilaku masyarakat terhadap penggunaan hak pilihnya cukup aneh, karena di satu sisi tetap percaya pada demokrasi, tapi di sisi lain kepercayaannya kepada partai politik terus menurun.