REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan data Center for Disease Control and Prevention (CDC), angka kejadian alergi meningkat tiga kali lipat sejak 1993 hingga 2006. Hal ini selaras dengan data dari World Allergy Organization (WAO) 2011 yang menunjukkan prevalensi alergi terus meningkat dengan angka 30-40 persen populasi dunia.
Di Indonesia, beberapa peneliti memperkirakan bahwa peningkatan kasus alergi mencapai 30 persen per tahunnya. Menurut pakar alergi-imunologi anak, DR Dr Zakiudin Munasir SpA(K), alergi dipengaruhi faktor genetik. Karena itu, pencegahan alergi perlu dilakukan sedini mungkin.
"Pencegahan alergi sedini mungkin sangat dianjurkan guna mengurangi dampak yang ditimbulkan pada kehidupan anak di kemudian hari. Gejala alergi yang dapat menyebabkan gangguan pada hidung, tenggorokan, telinga, mata, saluran pernapasan, pencernaan hinga kulit ini dapat mempengaruhi kesehatan dan kenyamanan anak dalam beraktifitas sehari-hari," katanya, Rabu (22/2).
Dampak alergi disebut Zakiudin dapat mempengaruhi kualitas hidup anak seperti terbatasnya aktivitas belajar, bermain, sulit kosentrasi hingga sulit tidur. Sedangkan indikator paling tepat untuk deteksi dini alergi adalah melalui riwayat keluarga, karena alergi bersifat genetik. Menurut Zakiudin, pada orang tua yang tidak memiliki riwayat alergi, bayi tetap memiliki risiko alergi sebesar 5-15 persen.