REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI, Mardani Ali Sera mengingatkan pemerintah agar tidak terburu-buru menaikan harga bahan bakar minyak pada 1 April 2012.
"Tenggat waktu 1 April kalau dikaitkan dengan kenaikan BBM harus mengubah klausul Pasal 7 ayat 6 Undang-Undang APBN 2012 yang menyatakan harga eceran BBM tidak naik," kata Mardani di Senayan Jakarta, Rabu (22/2).
Di satu sisi, kata dia, semangat Menteri ESDM Jero Wacik untuk menyelesaikan masalah membengkaknya subsidi BBM akibat kenaikan harga minyak mentah dunia dengan menaikan harga BBM dalam negeri perlu diacungi jempol. Namun, hendaknya menteri juga realistis dan jangan selalu berpikir instan dan jangka pendek.
"Kalau target waktu 1 April yang akan datang sebagaimana disampaikannya di Istana Negara (21/02) yang lalu, jelas tidak mungkin karena itu adalah tenggat waktu terkait pembatasan BBM. Jelas sangat tidak mungkin," lagi Mardani menegaskan.
Menurut Mardani, mengubah suatu ayat atau pasal dalam undang-undang tidak bisa instan seperti membalikkan telapak tangan. Apalagi ini terkait APBN, banyak program-program pemerintah dan aspirasi masyarakat yang harus disesuaikan dengan prioritas kerja dan kapasitas keuangan yang ada.
"Melakukan perubahan APBN tidak cukup dalam 1 bulan. Apalagi ini termasuk hal yang sangat krusial," tambahnya.
Di sisi lain, mulai sekarang pemerintah harus berpikir bagaimana agar penggunaan energi menjadi efisien dan menghindarkan keborosan.
"BBM secara nasional digunakan 67 persen untuk transportasi, padahal kita tahu transportasi darat selalu diwarnai kemacetan," kata Mardani.
Karena itu, tidaklah aneh jika intensitas energi (energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan gross domestic product (GDP) atau produk domestik bruto) dan elastisitas energi (pertumbuhan kebutuhan energi yang diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi) Bangsa Indonesia terhitung tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
Politisi PKS ini menjelaskan, di Malaysia intensitas energinya adalah 493 TOE (ton oil equivalent) per juta dolar AS. Sementara Indonesia intensitasnya sebesar 565 TOE per juta dolar AS. Sedangkan elastisitasnya Malaysia sebesar 1,8 dan Indonesia 2,69.
"Jadi kita ini masih boros! Program konservasi inilah yang harus dipikirkkan lebih jauh oleh Menteri ESDM. Bagaimana efektivitas PP Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi ini sudah berjalan," kata jebolan program doktoral teknik di Universitas Teknik Malayasia ini.