REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Koalisi Anti Utang (KAU) Indonesia meminta pemerintah untuk segera mengubah skema pengalokasian anggaran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Sebab, ungkap Koordinator KAU Dani Setiawan, dana untuk keberlangsungan program tersebut berasal dari pinjaman.
Dalam catatan KAU, semenjak program nasional itu dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 2007 silam, setidaknya dana yang ada berasal dari pinjaman, yakni Bank Dunia (World Bank) dan Asian Development Bank (ADB). “Di satu sisi, program tersebut semakin menambah beban utang negara yang memang sudah besar,” kata Dani, Selasa (21/2).
Dani menungkapkan, bahwa total komitmen utang luar negeri Pemerintah Indonesia dari seluruh kreditornya sudah mencapai 365,88 miliar dolar AS pada akhir 2005 lalu. Komitmen utang tersebut, baru mencapai 162,13 miliar dolar AS saja yang sudah dicairkan. Sementara komitmen utang luar negeri yang belum dicairkan berjumlah 203,75 miliar dolar AS.
Padahal, kata dia, dalam Sisa Lebih Pendapatan Anggaran (SILPA), Indonesia masih memiliki cadangan anggaran. Karena itu, menurut dia, pemerintah seharusnya mengalokasikan dana SILPA itu dan bukan malah mengutang.