REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - Kemiskinan, ternyata berkorelasi pula dengan banyak anak. Masyarakat miskin selama ini masih menganggap anak sebagai investasi.
Semakin banyak anak, mereka tak akan masuk dalam jurang kemiskinan semakin dalam. Pandangan itu diketahui dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sosiolog asal Unpad Budi Rajab.
‘’Hasil penelitian saya pada 80-an menunjukkan ada korelasi antara masyarakat miskin dan keengganan mengikuti KB. Hasil itu masih relevan dengan sekarang,’’ ujar Budi pada acara Diskusi tentang Perubahan Sosial, Kemiskinan dan Laju Pertumbuhan Penduduk, Selasa (21/2).
Mengapa anak itu investasi? Artinya, kalau memiliki lebih dari dua anak maka tenaga kerja yang akan menyokong kehidupan mereka lebih banyak. Sehingga, stabilitas ekonomi mereka akan semakin kuat dibandingkan hanya memiliki satu atau dua orang anak.
Pandangan lain masyarakat miskin tentang anak banyak, sambung dia, masyarakat miskin lebih rasional dalam memandang kehidupan. Mereka menilai, hidup dalam kemiskin berisiko tinggi. Artinya, mereka lebih dekat dengan maut. Jadi, kalau hanya memiliki dua anak mereka khawatir tak akan ada anak yang selamat.
‘’Kondisi ini, tak hanya terjadi di Jabar tapi di negara yang angka kemiskinannya tinggi juga sama. Misalnya, Afrika,’’ imbuh Budi.
Selain karena pandangan tersebut, kata Budi, tingginya laju pertumbuhan penduduk di beberapa kota besar di Jabar juga diakibatkam urbanisasi. Misalnya, di Kota Bandung, urbanisasi masyarakat bawah sangat tinggi.
Diperkirakan, setiap tahun masyarakat miskin yang masuk ke Kota Bandung mencapai sekitar 10 persen. Masyarakat miskin ini, berasal dari daerah pinggiran Jabar sampai perbatasan Jabar dengan Jawa Tengah. ‘’Bila tak ada perubahan, pertumbuhan penduduk di Kota Bandung akan tetap tinggi,’’ tegas Budi.