REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama ini, pasokan air untuk warga Jakarta dipasok oleh PT Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya, menggandeng Aetra dan Palyja sebagai mitra. Meski dikerjasamakan belasan tahun lalu, tetap saja terjadi sengketa swastanisasi air. Swastanisasi air inilah, kata Perwakilan Serikat Pekerja Air Jakarta (SPAJ), Zainal Abidin, menyebabkan pasokan air tidak stabil kepada warga.
Sejak adanya swastanisasi, kata dia, pasokan air jadi tidak stabil. Selama 14 tahun banyak warga dipelosok-pelosok, khususnya masyarakat wong cilik tidak mendapat pasokan air yang benar. "Air ini seperti mengalami perputaran. Seperti ada kepentingan-kepentingan pribadi, yah seperti 'mafia' air di dalam kontrak tersebut," kata Zainal, Selasa (21/2).
Dia mengatakan, kontrak kerja yang dibuat antara PAM Jaya, Aetra, maupun Palyja tidak berbentuk win and win solution. Hutang PAM Jaya setiap tahunnya selalu mencapai ratusan milyar rupiah. Terakhir tahun 2010, hutang PAM Jaya sebesar Rp 580 milyar.
Setiap tahun, lanjutnya, pihak PAM Jaya bukan mendapat untung, tapi mendapat hutang. Sedangkan mitranya, yakni Aetra dan Palyja justru mendapat untung ratusan milyar rupiah dari kerja sama ini. "Saya sudah lama diperusahaan PAM Jaya, jadi tahu seluk beluknya," pungkasnya.