REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS — Pemerintah Venezuela memasok bahan bakar ke Suriah. Hal ini berpotensi melemahkan sanksi barat terhadap Suriah. Sebuah kargo bahan bakar diperkirakan tiba di Pelabuhan Mediterania Suriah dari Banias, Venezuela pekan ini. Menurut dua pedagang dan data pengiriman, kargo bernilai hingga 50 juta dolar AS itu membawa 47 ribu ton bahan bakar.
Venezuela, kata Presiden Hugo Chavez, bebas menjual bahan bakar ke negara manapun dan tidak ada yang bisa mendikte Caracas.
"Kita bebas. Kami adalah negara bebas," katanya ditemani aktor AS yang sedang mengunjungi Venezuela, Sean Penn, Jumat (17/2).
"Agresi terhadap Suriah terus berlanjut," kata Chavez. Menurutnya, agresi Suriah adalah rumus yang sama yang digunakan terhadap Libya yakni dengan menyuntikkan kekerasan dan terorisme dari luar negeri, kemudian memanggil PBB untuk campur tangan.
Perusahaan minyak negara Venezuela, PDVSA, mengirim kargo kapal Hipolita Negra. Menurut pelacakan data AIS pada Database Pengangkutan Reuters, kapal tanker yang sama juga melakukan pengiriman pertama di bulan November. Sementara itu, PDVSA tidak bisa dihubungi untuk memberikan komentar.
Menurut kapal pelacakan Reuters, kapal tanker Venezuela terlihat di lepas pantai Siprus dengan tujuan Banias dan tanggal kedatangan diperkirakan pada Rabu.
Tampaknya pengiriman bahan bakar ini dilakukan berdasarkan perjanjian tahun 2010 antara pemerintah kedua negara. Venezuela akan menyediakan bahan bakar dengan imbalan makanan dan komoditas Suriah seperti minyak zaitun. Sebelumnya, Menteri Perminyakan Suriah berbicara tentang kemungkinan impor minyak Venezuela pada bulan Januari.
Meskipun tidak ada embargo pada penyediaan bahan bakar ke Suriah, perusahaan minyak Sytrol yang bertanggung jawab untuk mengatur impor dan ekspor bahan bakar masuk daftar hitam AS musim panas lalu. Kemudian diikuti oleh Uni Eropa yang mendaftarhitamkan perusahaan tersebut pada Desember lalu.
Venezuela merupakan sekutu dekat Assad diduga memasok bahan bakar untuk militer Pemerintah Suriah. Suriah telah bergantung pada impor minyak lebih dari setengah konsumsi tahunan sebesar 5 juta ton. Suriah kekurangan bahan bakar karena kekurangan kapasitas penyulingan domestik dan adanya sanksi internasional. Suriah membantahnya dan mengatakan pembangkit listrik dan pipa kilang rusak karena diserang oposisi.
Semakin banyak serangan militer yang melibatkan kendaraan lapis baja dan tank dapat memacu konsumsi solar. Musim dingin yang parah juga menaikkan permintaan pemanas. "Mengingat risiko penyulingan kapasitas bisa dipotong karena sabotase, kekurangan bahan bakar kemungkinan akan memaksa pemerintah untuk mengandalkan impor yang mahal," tulis kelompok risiko Business Monitor International dalam laporan terbaru.