REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- PT Jamsostek (Persero) menyatakan mengalami kesulitan untuk mencairkan dana senilai Rp 4,4 triliun yang selama 33 tahun mengendap.
Direktur Utama Jamsostek, Hotbonar Sinaga mengaku kesulitan untuk menghubungi sang empunya dana sehingga uang keanggotaan Jamsostek tersebut hingga kini belum dicairkan oleh pemiliknya.
"Kita kesulitan untuk mencari tahu kondisi terakhir, dimana pemiliknya. Apalagi ada saja perusahaan yang tutup dan belum mencairkan dana perlindungan tenaga kerjanya, padahal kamu menunggu untuk segera mencairkannya, individu maupun perusahaan," ujar Hotbonar usai melakukan rapat dengar pendapat bersama Komisi XI DPR RI, di Jakarta, Kamis (15/2).
Dana mengendap ini berasal dari setoran perusahaan swasta untuk setiap karyawannya yang didaftarkan di Jamsostek untuk persiapan pensiun. Dana ini hanya bisa dicairkan minimal satu bulan setelah karyawan yang memiliki kartu Jamsostek, sebulan setelah karyawan tersebut berhenti dari perusahaannya. Bila dana ini diambil, maka keanggotaan mantan karyawan di Jamsostek tersebut ikut berakhir.
Hotbonar menambahkan bahwa pihaknya baru berhasil mencairkan Rp 500 miliar karena pemilik yang berhasil dihubungi Jamsostek. Sebelum UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terbentuk, dan mengharuskan Jamsostek melebur bersama tiga perusahaan asuransi BUMN lainnya, Hotbonar berharap dana tak bertuan ini bisa selesai diberikan kepada pemiliknya melalui 121 kantor cabang Jamsostek se-Indonesia.
"Cukup bawa kartu Jamsostek lamanya, serta KTP atau kartu keluarga. Untuk ahli waris, bawa surat pernyataan yang menyatakan kesahan hubungan darah keluarga dengan yang bersangkutan," tambahnya.
Sebelumnya, Hotbonar menyampaikan bahwa perseroannya telah mencantumkan dana inestasi dalam rencana bisnis 2012 mereka senilai Rp 125 triliun, atau naik tipis dari 2011 yang sebesar Rp 111 triliun, dengan bagian terbesar dialokasikan di pasar obligasi yang mencapai 45 persen. Sisanya terbagi untuk investasi dalam bentuk deposito (30 persen), saham (20 persen), dan reksadana (5-7 persen).
"Sesuai Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 2004, perseroan hanya diperbolehkan melakukan investasi di instrumen yang bebas risiko dan memberikan pendapatan tetap seperti obligasi dan deposito," tutur Hotbonar. Saat ini, sekitar 60 persen dari investasi yang dilakukan Jamsostek memiliki pendapatan tetap.
Pada tahun ini, Hotbonar memperkirakan aset Jamsostek akan mencapai Rp 130 triliun, naik dari Rp 116,4 triliun dari tahun lalu.