Rabu 15 Feb 2012 21:21 WIB

Pengadilan Singapura Tunda Vonis TKI Terdakwa Pembunuhan

TKI, ilustrasi
Foto: Antara
TKI, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Mahkamah Agung SIngapura menunda sidang putusan atau vonis untuk tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Jember, Jawa Timur, Vitria Depsi Wahyuni. Wanita itu didawka telah membunuh majikannya.

"Vonis ditunda hingga 7 Maret mendatang, karena hakimnya diganti, sehingga hakim yang baru membutuhkan waktu untuk mempelajari berkasnya," kata Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jatim Moch Cholily lewat telepon dari Singapura, Rabu (15/2).

Dalam sidang sebelumnya yang merupakan sidang dakwaan, sanksi hukuman untuk Vitria juga diubah menjadi hukuman seumur hidup, padahal awalnya hukuman mati. "Umur terdakwa yang masih di bawah umur membuat majelis hakim meringankan dakwaan dari hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup," kata Cholily yang berangkat ke Singapura bersama paman terdakwa yakni Samsuki yang mewakili ayahanda Vitria yang sudah meninggal dunia.

Menurut Cholily, hukuman seumur hidup untuk Vitria akan dapat diupayakan menjadi lebih ringan lagi bila kasus perdagangan orang yang menimpa Vitria dan diproses secara hukum di Indonesia sudah "inkracht" (memiliki kekuatan hukum tetap).

"Peluang untuk meringankan hukuman Vitria adalah putusan dari sidang di Indonesia, karena putusan itu akan menjadi bahan pertimbangan Pengadilan Singapura untuk melihat posisi Vitria sebagai korban yang saat itu masih belum dewasa," katanya.

Ia mengaku optimistis kasus perdagangan orang yang dialami Vitria memiliki bukti-bukti yang kuat, di antaranya Vitria berangkat dengan menggunakan paspor non-TKI.

"Temuan itu terungkap dalam gelar kasus TKI Vitria untuk ketiga kalinya di ruang utama II Disnakertransduk Jatim (7/2) yang dihadiri para perekrut Vitria dari tiga perusahaan, dan instansi dari Jember (imigrasi, dispendukcapil, kepala desa)," katanya.

Dalam gelar kasus yang dipimpin Kadisnakertransduk Jatim Harry Sugiri itu, pejabat Imigrasi Jember menyatakan Vitria berangkat ke Singapura dengan paspor 48 (paspor umum) atau bukan paspor 24 (paspor khusus TKI).

"Jadi, ada rekayasa dokumen dari perekrut, karena dia seharusnya menggunakan paspor khusus (paspor TKI), bukan paspor umum, tapi dia mendapatkan visa kerja di Singapura," katanya.

Menurut dia, rekayasa yang dilakukan tiga perusahaan jasa pengerah TKI itu terindikasi dari dokumen untuk TKW asal Jember itu yang dipalsukan. "Jadi, proses perekrutan Vitria itu ilegal," katanya.

Ia mencontohkan ijazah menuliskan nama Vitria Depsiwahyudi yang lahir pada 5 Desember 1992, KK menulis nama Fitriah yang lahir pada 6 November 1993, surat izin orang tua mencantumkan nama Fitriah yang lahir pada 1 Juli 1986, dan KTP mencantumkan kelahiran 1 Juli 1988.

Selain itu, ada "oper" perusahaan dari Mashuri (UP3CTKI PT AF) yang diantarkan ke David (Cabang PPTKIS OHM), lalu David sempat menampungnya di PT SBK (UP3CTKI) dan akhirnya diberangkatkan ke Singapura oleh PT MSJ (PPTKIS).

"Artinya, sindikat perekrutan Vitria sejak dari Jember hingga ke Singapura itu sudah jelas menyalahi tiga UU yakni UU 39/2004 tentang TKI, UU 21/2007 tentang Perdagangan Orang, dan UU 23/2003 tentang Perlindungan Anak. Itu kasus trafficking," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement