REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah didesak menambah porsi modal dalam Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) kepada Bank BTN. Usul itu disampaikan Ketua Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) Gatot M Suwondo.
"FLPP banyak ditangani oleh Bank BTN, padahal pendanaan BTN terbatas jadi sebaiknya porsi pemerintah khususnya bagi BTN harus lebih dari 50 persen," kata Gatot di Jakarta, Rabu (15/2).
Gatot yang juga Direktur Utama BNI mengatakan hal tersebut usai penandatanganan nota kesepahaman antara BNI dan Bank Bukopin untuk bekerja sama dalam bidang layanan transaksi perbankan internasional.
Sebelumnya Kementerian Perumahan Rakyat mengusulkan agar komposisi sumber dana yang berasal dari pemerintah dan perbankan menjadi 50:50 dari tadinya 60:40 dalam perjanjian kerja sama operasional (PKO) 2012 untuk FLPP; sementara usulan bunga pada kisaran tujuh persen dari kisaran 8,15-9,95 persen.
Namun BTN yang menyalurkan 99,2 persen FLPP pada 2011 belum menyetujui usulan tersebut dan mengajukan usulan skema sumber dana pemerintah dan perbankan adalah 60:40 sementara suku bunga KPR FLPP adalah 7,42 persen.
"Bank Mandiri, BNI dan BRI sudah setuju untuk skema 50:50 dan bunga 7,25 persen, itu sudah untung sedikit, paling tidak di atas 'break even point'," tambah Gatot.
Sementara Direktur Utama Bank Bukopin Glen Glenardi pada acara yang sama mengatakan bahwa bank yang dipimpinnya akan ikut dalam FLPP bila BTN juga masuk.
"Bukopin statusnya sama dengan BTN, kalau 50:50 kami tidak sanggup, jadi kalau BTN masuk dalam skema FLPP, kami pun masuk karena struktur biaya BTN mirip dengan Bukopin," kata Glen. Ia menambahkan bahwa Bukopin lebih memilih porsi 60-70 persen pendanaan berasal dari pemerintah.