Selasa 14 Feb 2012 21:56 WIB

Inilah Tujuh Usulan PKS terhadap UU Pemilu

Rep: Palupi Annisa Auliani/ Red: Ramdhan Muhaimin
Simpatisan PKS memenuhi Gelora Bung Karno saat milad partai tersebut, Ahad (17/4).
Foto: Antara
Simpatisan PKS memenuhi Gelora Bung Karno saat milad partai tersebut, Ahad (17/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Saat ini anggota dewan di DPR sedang merampungkan Undang-undang Pemilu yang akan digunakan sebagai landasan dalam Pemilu akan datang. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mempunyai tujuh poin penting sebagai usulan dalam perubahan UU Pemilu tersebut. 

Ketua Panja PKS untuk pemilu, Al Muzammil Yusuf mengatakan, Pemilu merupakan wujud dari kedaulatan rakyat untuk menentukan kepemimpinan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang disalurkan melalui partai politik. Karena itu, ada tujuh poin usulan PKS terhadap perubahaan UU Pemilu.

Pertama, kata Al Muzammil, penerapan sistem pemilihan umum proporsional dengan daftar tertutup atau lebih dikenal sebagai sistem proporsional tertutup. "Pemilih hanya mencoblos gambar partai politik di kertas suara, sedangkan gambar calon legislatif dapat ditempelken di bilik TPS. Sistem pemilihan umum ini memungkinkan kertas suara kecil yang berdampak pada biaya pemilihan umum yang lebih murah. Sistem ini juga akan memudahkan pemantauan di lapangan," ujar Al Muzammil, sebagaimana rilis yang diterima republika, Selasa (14/2).

Kedua, untuk menghindari oligarki pimpinan partai politik, sistem proporsional tertutup ini harus didahului dengan penyelenggaraan pemilu internal partai politik (preliminary election). "Pemilu internal ini akan menjadi dasar penyusunan daftar calon anggota legislatif peserta pemilu," tambah Al Muzammil.

Ketiga, terkait dengan ambang batas parlemen (parliament threshold), diusulkan PT dengan kisaran 3-5 persen yang diberlakukan secara nasional (provinsi dan kabupaten/kota). Kisaran 3-5 persen ini sebagai angka kompromi antara partai-partai politik kecil, menengah dan besar.  

Keempat, besar daerah pemilihan diusulkan bersifat tetap dengan kisaran 3-10 kursi. "Hal ini agar memudahkan evaluasi terhadap kinerja anggota legislatif dan partai politik pada periode sebelumnya. Sehingga reward dan punishment dilakukan oleh pemilih terhadap anggota legislatif pada pemilu berikutnya pada daerah pemilihan yang sama," ujar dia. 

Kelima, metode alokasi kursi dengan OPOVOV (one person one vote one value). Metode ini memberikan keadilan dan persamaan hak setiap warga negara. Hal ini sesuai dengan Pasal 27 ayat (1)  dan Pasal 28 UUD 1945. Dengan demikian, kata dia, setiap warga negara Indonesia memiliki nilai yang sama, tanpa kecuali karena jumlah kursi dikaitkan dengan besar jumlah penduduk. Dengan metode alokasi kursi ini, dapat disepakati minimal per provinsi 3 wakil yang kemudian sisa kursi dibagi dengan metode OPOVOV. 

Keenam, metode Divisor dengan varian Sainte-Lague layak untuk digunakan pada Pemilu 2014 karena metode ini ramah dan paling netral untuk partai kecil, partai menengah dan partai besar.

"Ketujuh, perlu adanya pembatasan dana kampanye pemilu sebagai upaya mengurangi politik uang dan pemilu yang mahal. Adapun besaran pengeluaran dana kampanye pemilu dibicarakan lebih lanjut dengan berbagai pihak dan perbandingan dengan berbagai negara lain tentang batasan pengeluaran biaya kampanye tersebut,"pungkas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement