Senin 13 Feb 2012 20:21 WIB

PK Ditolak MA, Pengacara Antasari Mengaku Kecewa

Terpidana kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Antasari Azhar (kanan), menjalani sidang Peninjauan Kembali (PK) atas kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Terpidana kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Antasari Azhar (kanan), menjalani sidang Peninjauan Kembali (PK) atas kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kekecewaan disampaikan pengacara Antasari Azhar, Maqdir Ismail, terkait putusan Mahkamah Agung yang menolak upaya hukum luar biasa peninjauan kembali (PK) sehingga mantan Ketua KPK itu tetap dihukum 18 tahun penjara.

"Sebagai warga negara yang taat hukum, tentu putusan ini harus diterima dan dihormati, kita tidak boleh mengabaikan putusan ini. Meskipun bagi saya putusan ini sangat mengecewakan," katanya melalui siaran persnya yang diterima ANTARA, di Jakarta, Senin (13/2).

Ia menyebutkan sampai hari ini dirinya belum dapat mengetahui argumen Majelis Hakim dalam menolak PK Antasari Azhar ini. "Kita belum, mengetahui pendapat Majelis PK terhadap novum yang disampaikan," katanya.

Menurut Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Antasari Azhar dianggap terbukti menganjurkan untuk melakukan pembunuhan berencana. Meskipun tidak pernah ada fakta yang jelas adanya niat atau inisiatif Antasari Azhar untuk melakukan pembunuhan.

Cerita tentang pembunuhan atau sumber uang semua berasal dari Sigid Haryo Wibisiono, karena selama persidangan tidak pernah ada pengakuan atau kata yang keluar dari mulut Antasari Azhar untuk melakukan pembunuhan terhadap korban.

Ia menyebutkann dalam pemeriksaan PK oleh Pengadilan Jakarta Selatan, tidak ada bantahan dari pihak Kejaksaan terhadap novum yang disampaikan oleh Antasari Azhar dan pengacaranya.

"Tidak juga ada bantahan terhadap adanya keterangan ahli mengenai anak peluru yang ditemukan dalam tubuh yang berasal dari dua senjata yang berbeda," katanya.

Dalam keterangannya di hadapan persidangan, secara jelas dan terang ahli balistsik Widodo Harjoprawito dengan cara membandingkan anak peluru dan anak peluru pembanding, dikatakan bahwa ada perbedaan antara anak peluru pembanding dengan anak peluru yang satu, sedangkan yang lain sama dengan anak peluru pembanding.

"Hal lain yang perlu kita lihat adalah logika dari perbandingan bekas peluru pada mobil almarhum Nasrudin Zulkarnaen yang terlihat secara vertikal, sedangkan bekas luka pada tubuh almarhum adalah horizontal. Karena terkena pada pelipis kiri dan belakang telinga sebelah kiri," katanya.

Hal yang tidak kalah penting, kata dia, apa betul Majelis PK telah secara cermat memutus perkara ini, mengingat berkas perkara ini sangat tebal dan dokumennya tidak sedikit.

Salah satu contoh adalah mengenai pertimbangan Hakim tingkat pertama yang menyatakan, bahwa Hendrikus mengikuti korban dalam waktu cukup lama mengikuti korban. Sebab didalam persidangan tidak ada keterangan Parmin yang menyatakan, dia mengetahui orang yang mengikuti mobil yang dikemudikanya adalah Hendrikus.

Tidak juga ada fakta yang menerangkan bahwa Edo mengetahui adanya kegiatan dari Hendrikus mengikuti mobil korban pada waktu penembakan dilakukan.

"Yang tidak kalah penting untuk dicermati dari putusan PK ini mengenai penilaian Majelis PK terhadap kelalaian Hakim dalam mempertimbangkan barang bukti yang tidak terkait dengan perkara pembunuhan almarhum Nasrudin Zulkarnaen," katanya.

"Saya sangat kecewa dengan putusan Mahkamah Agung yang menolak permohonan PK Antasari Azhar ini dan mudah-mudahan penolakan PK ini tidak menjadi putusan yang sesat dan menyesatkan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement