REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah menggariskan kebijakan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk perumahan bagi masyarakat kurang mampu. Namun, perbankan belum melakukan kebijakan tersebut. Padahal FLPP itu menggunakan APBN, bersama dengan dana perbankan.
Anggota DPR Komisi V dari Fraksi PPP, Arwani Tomafi, mengungkapkan, dalam Rapat Kerja Komisi V DPR dengan Menteri Perumahan Rakyat membahas soal ini, “Mengingat KPR FLPP menggunakan APBN bersama dengan dana perbankan, Komisi V DPR mendesak Kementerian Perumahan Rakyat agar menekan suku bunga kredit perumahan berkisar pada suku bunga SBI," katanya, Senin (13/2).
Selain itu, kata dia, Komisi V DPR mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan Perjanjian Kerja Sama Operasional (PKO) Penyaluran KPR FLPP Tahun 2012 dengan Bank Pelaksana. "Selambat-lambatnya akhir Februari 2012,” jelasnya.
Terkait dengan FLPP lanjut Arwani hasil negosiasi sementara antara Pemerintah dengan BTN masih menunjukkan suku bunga yang cukup tinggi dibandingkan dengan Bank lain, seperti BRI dan BNI. BTN masih mematok suku bunga 8,22 persen, sementara BRI sebesar 7,12 persen, dan BNI sebesar 6,35 persen. Sementara Suku Bunga SBI tahun 2012 adalah 5 persen.
Sangat ironis skali, BTN yang memiliki trade mark sebagai Bank Perumahan dalam negosiasnya masih bertahan pada suku bunga yang lebih tinggi dari bank lain. “Jika hal ini masih berlarut-larut maka akan berujung ditariknya Penyertaan Modal Negara yang Rp 8 Trilyun itu dan dipindahkan kepada Bank BUMN lain yang lebih siap bernegeosasi dengan suku bunga yang lebih rendah untuk Kredit Perumahan demi mengurangi backlog perumahan,” tegas Arwani.