REPUBLIKA.CO.ID, BANJARNEGARA -- Penghancuran lahan situs di dataran tinggi Dieng, tampaknya sudah sangat sulit di atasi. Ketua Masyarakat Sadar Wisata Dieng Pandawa, Alif Fauzi, mengatakan penghancuran lahan situs tersebut kini sudah sedemikian masif, sehingga sangat sulit untuk dikendalikan.
"Sepertinya sudah sangat sulit diatasi. Kalau pun sekarang dilakukan pembenahan lagi, sepertinya sudah banyak benda-benda atau batuan bekas candi yang sudah hilang karena disingkirkan warga yang menggarap lahan situs menjadi lahan pertanian," katanya, Senin (13/2).
Menurut dia, berdasarkan hasil pengamatan di berbagai lokasi, diperkirakan ada ratusan candi yang pernah ada di Dieng. Namun saat ini, yang masih berdiri hanya tinggal sembilan candi. Itu pun banyak yang sudah tidak utuh. Hal ini didasarkan pada temuan bekas-bekas candi seperti di Dusun Watu Kelir, Desa Dieng Wetan. Fauzi pernah menemukan tumpukan bebatuan bekas candi yang sudah rusak. Lahan di sekitarnya kini menjadi daerah pertanian.
Ketika aktivitas pertanian dimulai di lahan-lahan situs di awal era reformasi lalu, menurut Fauzi, warga yang mengolah lahan situs menjadi lahan pertanian, sebenarnya banyak menemukan batuan atau patung tidak utuh yang diperkirakan merupakan benda-benda candi.
Oleh warga, benda-benda tersebut ada yang ditukarkan ke Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) dengan imbalan sembako. Namun ada juga yang disembunyikan, kemudian dijual pada para kolektor benda-benda antik. "Untuk patung-patung yang masih utuh, kebanyakan dijual ke kolektor karena harganya cukup mahal. Hanya patung yang sudah tidak utuh saja yang diserahkan ke BP3 dengan imbalan sembako," katanya.