REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sebanyak 70,6 persen dari 1.000 santri yang tersebar pada 20 pesantren di kawasan Mataraman, Madura, Tapal Kuda, dan Pantura Jatim menyatakan tidak atau kurang setuju, bahkan menolak bila hukum Islam atau adat menggantikan Pancasila.
"Santri yang sangat setuju dan setuju bila hukum Islam dan hukum adat menggantikan Pancasila tercatat 27,7 persen, yakni 9,7 persen sangat setuju dan 18 persen setuju," kata Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Agama IAIN Sunan Ampel Surabaya Suyitno SAg MH di Surabaya, Ahad.
Pihaknya melakukan riset itu untuk meneliti pemahaman santri terhadap Pancasila, karena Pancasila sudah hilang dari dunia pendidikan sejak era reformasi, sehingga riset yang dilakukan menunjukkan perlunya Pancasila diajarkan kembali dalam pendidikan, termasuk pesantren.
"Kami juga menemukan 93,6 persen santri di Jatim yang setuju Pancasila menjadi ideologi kebangsaan dan hanya 5,5 persen santri yang kurang setuju dan tidak setuju serta sisanya tidak menjawab," katanya.
Oleh karena itu, katanya, ketika santri ditanya persetujuannya untuk mengganti Pancasila dengan ideologi Islam pun tercatat 57,3 persen menyatakan tidak setuju dan 15,3 persen sangat setuju dan 26,3 persen setuju serta 1,1 persen abstain.
"Kendati hanya 57,3 persen santri yang tidak setuju untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi Islam, tapi 85 persen santri tidak setuju bila NKRI dibubarkan dan hanya 5,2 persen yang sangat setuju dan 8,8 persen yang setuju NKRI dibubarkan," katanya.
Artinya, pemahaman santri untuk menyetujui Islam sebagai ideologi itu tidak sampai membubarkan NKRI, namun mungkin juga pemahaman santri tentang Islam sebagai ideologi hanya sebatas hukum dan mungkin ideologi.
"Namun, pemahaman santri tentang ideologi Islam juga perlu diluruskan, karena 30,2 persen santri masih setuju untuk memerangi non-Muslim dan 56,8 persen santri masih setuju untuk mengusir gerakan ideologi non-Pancasila," katanya.