REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Faktor kebersihan menjadi kendala utama dalam ekspor bidang pangan Indonesia. Akibat kurangnya sanitasi dan sterilitas, produk pangan Indonesia banyak ditolak oleh negara-negara tujuan seperti Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa.
"Sebagian besar ditolak karena faktor sanitasi," kata Direktur Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology Center (SEAFAST), Purwiyanto Hariyadi, di Institut Pertanian Bogor (IPB), Kamis (9/2). Ia mengatakan, faktor sanitasi sebagai alasan penolakan ini mencapai 40 hingga 60 persen dari seluruh kasus penolakan yang ada. Prosentasi tersebut berfluktuasi setiap tahunnya sejak 2002.
Purwiyanto menjelaskan, di kawasan Uni Eropa, produk pangan Indonesia ditolak karena tiga faktor. Pertama, kandungan metal yang terlalu tinggi. Kedua, terdapat kandungan residu praktek pengobatan atau peternakan. "Ketiga, karena ada kontaminasi mikroorganisme," ujarnya.
Sementara di AS, produk pangan Indonesia ditolak kebanyakan karena kualitas sanitasi yang buruk, yaitu kontaminasi mikrobiologi. "Ada pula yang ditolak karena prosesnya tidak teregistrasi. Ini karena AS memang memiliki kontrol yang sangat ketat terhadap impor pangan."