REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perjalanan karier ketua Mahkamah Agung (MA) terpilih Hatta Ali, selama menjadi hakim tampak berlangsung mulus. Meski begitu, Hatta pernah beberapa kali tersandung dalam menangani kasus besar selama bertugas menjadi hakim agung. Berikut beberapa kasus yang mendapat sorotan masyarakat akibat putusan kontroversial Hatta Ali:
Dalam perkara Majalah Time versus ahli waris mantan (alm) presiden Soeharto. Hatta menjadi bagian dari majelis hakim yang memutus permohonan peninjauan kembali (PK) Majalah Time. Dalam putusannya, ketua majelis PK Harifin Andi Tumpa menegaskan, pemberitaan Majalah Time tentang Soeharto telah memenuhi kaidah-kaidah pers. Majelis PK memutus, Time Magazine tidak perlu membayar gugatan sebesar Rp 1 triliun kepada ahli waris Soeharto.
Hatta Ali pernah menjadi bagian dari majelis hakim agung yang mengabulkan PK terpidana kasus suap jaksa Urip Tri Gunawan, Artalyta Suryani alias Ayin. Majelis PK mendiskon hukuman penjara Ayin menjadi empat tahun enam bulan dari hukuman awal lima tahun.
Pernah diperiksa oleh Komisi Yudisial (KY) atas kasus penyuapan yang dilakukan Harini Wijoso, pengacara pengusaha Probosutedjo dalam kasus dugaan korupsi dana reboisasi hutan di Kalimantan Selatan sebesar Rp 100,93 miliar. Mengutip keterangan kliennya, pengacara Harini, kala itu Firman Wijaya mengatakan Hatta turut memfasilitasi Harini untuk bertemu dengan Bagir Manan pada 10 September 2005 di gedung MA.
Tudingan tersebut dibantah Bagir. Menurut Bagir pernyataan tersebut tidak berdasar, karena hari itu adalah hari Sabtu dan seluruh pegawai MA libur. Lagipula, lanjut Bagir, sejak 10 Agustus 2005, Hatta bukan lagi sekretaris ketua MA karena diangkat menjadi Dirjen Badilum, sehingga tidak masuk akal.
Hatta Ali sempat dituding mengintervensi perkara pailit PT Sido Plastic Factori Surabaya sehingga perusahaan itu menang di Pengadilan Negeri Surabaya. Akibatnya, Jaringan Kerja Rakyat (Jangkar) dan Badan Pekerja Advokasi Buruh PT Sido Bangun Plastic Factory mengepung gedung MA pada 19 Desember 2011.