REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat intelijen Wawan Purwanto mengemukakan, penolakan crude palm oil (CPO) Indonesia oleh Amerika Serikat sangat erat dengan persaingan global sehingga Indonesia sebagai negara dunia ketiga sering dikalahkan melalui isu lingkungan. Wawan Purwanto di Jakarta, Senin, mengemukakan, kebijakan Amerika jelas terlihat ingin melumpuhkan Indonesia dalam persaingan perdagangan global yang salah satu indikasinya lewat "kampanye hitam" LSM asing Greenpeace yang berkampanye tentang lingkungan Indonesia di dunia internasional.
Menurut Wawan, perlawanan terhadap boikot AS itu bisa sukses jika pemerintah dan pengusaha sepakat melakukan lobi informal kepada pihak-pihak yang berpengaruh di negeri Paman Sam itu. "Dekati saja orang berpengaruh di sana, kemudian diikuti dengan lobi formal. Kita tahu hubungan antara SBY dan Obama kan cukup dekat. Ini yang perlu dicermati" imbaunya. Di sisi lain, sambung Wawan, RUU Ormas yang saat ini digodok DPR juga bisa menjadi "pintu masuk " untuk menghentikan gerakan destruktif LSM asing terutama Greenpeace.
"RUU Ormas yang menyebutkan larangan memungut dana dari donatur Indonesia cukup ampuh menghadang LSM asing tersebut. Kalau masih melanggar, mereka tentu saja bisa dibongkar," tegas dia.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan tindakan AS menolak masuknya CPO Indonesia merupakan hambatan teknis perdagangan (technical barrier), yang juga dilarang WTO dilakukan dalam perdagangan dunia. "Itu bisa kita kategorikan sebagai technical barrier. Itu tidak boleh terjadi, itu tidak dibenarkan dalam WTO,'' tegas Hatta di Jakarta, Selasa (31/1).
Sementara itu Juru kampanye Media Greenpeace Asia Tenggara, Hikmat Soeriatanuwijaya menjelaskan, memang sebaiknya penolakan CPO Indonesia oleh Amerika tidak mencari kambing hitam dengan menyalahkan pihak-pihak tertentu. "Yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah komitmen kepada dunia atas kerja nyata untuk melindungi lingkungan di Indonesia dan mamastikan industri sawit ramah lingkungan, lestari dan tidak melakukan pengrusakan lingkungan," kata Hikmat.
Jika itu terwujud, katanya, maka pasti dunia dan masyarakat Indonesia sendiri akan memberikan penghargaan dan tentunya industri sawit kembali menjadi primadona. Ia menjelaskan, kampanye Greenpeace itu sendiri tidak anti industri sawit. "Yang Greenpeace tekankan adanya industri yang demi keuntungan melakukan pengrusakan hutan di Indonesia," tegasnya. Industri sawit di Indonesia jika beroperasi degan ramah lingkungan dan lestari, Greenpeace yakin produk sawit Indonesia bahkan bisa jadi "raja" di dunia.