REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Forum Komunikasi Purnawirawan (FKP) TNI-Polri menyatakan penolakan terhadap usulan Dewan Perwakilan Daerah RI untuk melakukan perubahan atau amandemen kelima terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
"Hemat kami amandemen kelima tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan akan berkepanjangan dan memunculkan tuntutan perubahan berikutnya," kata mantan perwira tinggi dari FKP TNI-Polri, Mayjen (Purn) Saiful Sulun, dalam "Pekan Konstitusi" bertema "UUD 1945, Amandemen dan Masa Depan Bangsa" di Jakarta, Senin.
Menurut Saiful, sumber masalah dari euforia reformasi yang telah melanda berbagai segi kehidupan Bangsa Indonesia saat ini adalah UUD hasil amandemen keempat pada 2002. "Untuk itu, UUD hasil amandemen 2002 harus dikaji ulang, kembali ke ideologi Pancasila dan sistem sendiri sesuai kesepakatan semula dan amanat para bapak pendiri bangsa," kata Saiful.
Saiful juga menilai bahwa amandemen UUD 1945 keempat pada 2002 merupakan perombakan total karena hilangnya jiwa Pancasila yang tergantikan oleh paham liberalisme dan individualisme.
"Kini Bangsa Indonesia mengalami distorsi sosial yang amat luas baik secara politik, ekonomi, hukum serta budaya, sehingga membayahakan eksistensi bangsa dan negara," katanya.
Saiful juga menegaskan, adanya perubahan mendasar dalam sistem pemeirntahan negara dengan diubahnya "demokrasi perwakilan" Indonesia, menjadi demokrasi langsung yang meniru bangsa lain.
"Sistem rekrutmen kepemimpinan lewat pemilu justru hanya menghasilkan pemimpin karbitan yang tak berkarakter, berkompetensi serta cenderung korup," tegasnya.
"Pekan Konstitusi" adalah forum yang diadakan Konferensi Cendekiawan Muslim Internasional (International Conference of Islamic Scholars/ICIS) untuk menanggapi usulan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI untuk melanjutkan amandemen UUD 1945.
DPD RI mengusulkan 10 poin penting perubahan UUD 1945, di antaranya, memperkuat sistem presidensial, mengoptimalkan sistem perwakilan DPD, membuka calon presiden jalur perseorangan, memperkuat peran Mahkamah Konstitusi, penambahan pasal hak azasi manusia dan penajaman bab tentang pendidikan dan ekonomi.
Sejumlah tokoh yang hadir dalam forum tersebut di antaranya mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsudin, Wakil Ketua MPR Hajriyanto Tohari, mantan Wapres Try Sutrisno, mantan Ketua Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi, Ketua DPD RI Irman Gusman dan Gubernur DIY Sultan Hamengkubuwono X.