REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO - Kondisi infrasruktur yang memprihatinkan di sejumlah daerah seperti yang diangkat media massa akhir-akhir ini tidak lain merupakan ironi bagi perekonomian nasional.
"Berita tentang siswa yang harus meniti jembatan untuk ke sekolah di Lebak, Banten, merupakan salah satu sisi ironi tersebut," kata pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Gorontalo (UNG) Herwin Mopangga, Rabu (25/1).
Sementara ironi di sisi lain, menurutnya, justru diperlihatkan para wakil rakyat, yang menghabiskan puluhan miliar rupiah untuk melengkapi infratsruktur yang hanya bisa dinikmati mereka sendiri, seperti renovasi ruangan Banggar atau untuk pembangunan toilet.
Ironi pembangunan Infrastruktur di Indonesia, lanjutnya, terjadi di hampir seluruh daerah terutama wilayah terpencil dan terisolir. Dia menjelaskan, ketersediaan merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi nasional, yang perlu diprioritaskan, terutama jika itu menyangkut kebutuhan publik.
Oleh karena itu menurutnya, negara harus menjamin ketersediaan infratruktur publik seperti tenaga listrik, telekomunikasi, perhubungan, irigasi, air bersih, sanitasi dan pembuangan limbah, juga infrastruktur sosial yaitu prasarana sosial seperti kesehatan dan pendidikan.
"Ketersediaan infrastruktur juga sangat menentukan tingkat keefisienan dan keefektifan kegiatan ekonomi," kata dia.
Dalam situasi tersebut, ujarnya, dibutuhkan kemampuan para pemimpin dan elit politik untuk menggunakan jiwa kepemimpinan yang kuat untuk membangun daerah yang belum lengkap infrastrukturnya.