Senin 23 Jan 2012 20:40 WIB

Permintaan Narkoba di Indonesia Masih Tinggi

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Chairul Akhmad
Sindikat narkoba dan barang bukti berupa sabu-sabu yang disita aparat (ilustrasi).
Foto: Antara
Sindikat narkoba dan barang bukti berupa sabu-sabu yang disita aparat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Permintaan pasar terhadap narkoba di Indonesia cukup tinggi. Sementara barang sulit ditemui. Hal ini membuat bandar narkoba kerap nekat mengirimkan barang ke Indonesia dengan berbagai cara.

"Ini selalu terjadi. Dan sasarannya pasti bandara udara dan pelabuhan," jelas Kepala Satgas Operasi Badan Narkotika Nasional (BNN), Brigjen Benny Jozua Mamoto, saat dihubungi, Senin (23/1).

BNN mencatat, setiap tahunnya prevalensi penyalahguna narkoba terus meningkat. Jumlahnya mencapai jutaan orang. Tahun lalu, prevalensi penyalahguna narkoba diperkirakan bertambah menjadi 2,21 persen dari total penduduk Indonesia, atau sekitar 3,8 juta orang.

Jika narkoba dibiarkan menyebar, Benny khawatir pemakai narkoba akan terus meningkat hingga menjadi 2,8 persen atau sekitar 5,1 juta orang dari total penduduk Indonesia. Sedang pada 2008 atau 2009 lalu, BNN mendata prevalensi penyalahguna narkoba hanya 1,99 persen.

Menurut Benny, sindikat narkoba jenis sabu kebanyakan berasal dari Nigeria dan Iran. Produksi di Iran, kemudian dikirim ke Singapura dan Malaysia, baru kemudian masuk ke Indonesia. Jalur-jalur perbatasan yang tidak dijaga ketat kerap menjadi jalan masuk narkoba ke Indonesia. BNN menyatakan memang sulit untuk memberantas narkoba. Namun demikian, pihaknya tidak akan tinggal diam. "Penyelidikan dan penyidikan selalu kita lakukan," tegasnya.

Anggota Komisi III DPR-RI dari PDIP, Eva Kusuma Sundari, menyatakan penegakan hukum peredaran narkoba masih kurang serius dilakukan aparat penegak hukum. Buktinya, mereka yang terjerat kasus narkoba dan sudah menjalani masa hukuman di penjara masih bisa mengontrol peredaran narkoba. Hal ini dinilainya sangat konyol. "Sebab, narapidana itu selalu diawasi keberadaannya oleh sipir. Seharusnya mereka tidak lagi bisa melakukan aksi kejahatan apa pun," sindir Eva.

Kenyataannya, lanjut Eva, mereka justru mengendalikan peredaran narkoba. Hal ini menandakan adanya unsur pembiaran oleh sipir. Kemungkinan terburuknya, sipir ikut menikmati hasil peredaran gelap narkoba yang dikendalikan narapidana. "Kita sudah sering meminta pertanggungjawaban Dirjen, namun mereka selalu melempar tanggungjawab ke Kanwil. Manajemen macam apa ini?" gumam Eva kesal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement