REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pasokan daging sapi ke masyarakat diperkirakan bakal terganggu selama masa transisi masuknya sapi bakalan impor ke Indonesia. Minimnya rumah pemotongan hewan (RPH) yang memenuhi kriteria untuk memotong sapi impor hidup ini menjadi penyebab hal ini terjadi.
?Supply chain sapi asal Australia misalnya bakal terganggu, karena mereka tidak bisa dipotong di sembarang RPH di Indonesia,? tegas Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Rochadi Tawaf, pada Republika, Senin (23/1).
Karenanya, ia menilai sebaiknya pemerintah mulai membenahi RPH di Tanah Air agar memenuhi standar. Selain itu banyaknya sapi lokal yang didistribusikan ke wilayah Sumatera dan Kalimantan juga menjadi faktor lain. Ia beranggapan ini kemungkinan besar bakal mengganggu pasokan sapi terutama di Jakarta dan Bandung.
''Apalagi wilayah ini merupakan wilayah yang paling banyak mengkonsumsi daging,? jelasnya. Ia berujar produktivitas peternakan sapi di sejumlah wilayah nonsurplus sapi harus ditingkatkan.
Di 2012, pemerintah memprediksi kebutuhan daging sapi secara keseluruhan bakal berjumlah 484 ribu ton. Ini mempertimbangkan sejumlah parameter, mulai dari peningkatan pertumbuhan penduduk yang mencapai 1,49 persen hingga pertumbuhan ekonomi sebesar 6,6 persen.
Elastisitas daging sapi sekitar 1,2 juga menjadi indikator lainnya. Bukan hanya itu, ini juga telah memasukkan data koreksi kebutuhan daging saat Hari Besar Keagamaan dan Nasional (HBKN), yakni sebesar 1,984 kilogram.
Untuk impor daging sapi, pemerintah memberi kuota impor sapi hingga 31.200 ton hingga pertengahan tahun 2012. Ini setara dengan 36,7 persen dari total kuota tahun ini yang mencapai 85 ribu ton atau sekitar 17,5 persen dari konsumsi daging nasional.
Impor sapi berupa daging sapi beku dibatasi hingga 20.400 ton. Sedangkan untuk sapi bakalan, pemerintah mengizinkan impor 60 ribu sapi atau setara dengan 10.800 ton daging. Izin impor sapi bakalan diberikan pada 23 perusahaan sedangkan daging beku 15 perusahaan.