REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) melansir hingga kini terdapat sekitar 30 izin pemeriksaan kepala daerah yang terhambat izin Presiden.
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Febri Diansyah mengatakan, jumlah itu didapatnya dari mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra M Hamzah, yang mendapat data dari Sekretariat Negara (Setneg). “Kira-kira puluhan izin kepala daerah yang terhambat di Istana,” kata Febri di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (18/1).
Karena itu, pihaknya mengajukan uji materi (judicial review) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 36 yang mengatur permintaan izin dari Presiden terhadap kepala daerah yang tersandung kasus korupsi. Dalam aturan tersebut memuat setelah 60 hari pengajuan surat izin pemeriksaan diajukan, maka kepolisian dan kejaksaan bisa melakukannya tanpa perlu izin Presiden.
Febri menilai, izin pemeriksaan itu menjadi celah penyimpangan bagi penguasa, penyidik, maupun kepala daerah itu sendiri. Sehingga muncuk potensi permainan bagi pihak terkait untuk ‘bertransaksi’ agar penegakan hukum tidak jalan. “Lebih baik pasal ini dikatakan inkonstitusional saja.”
Dengan aturan ini, KPK jadi fokus menindak korupsi yang dilakukan kepala daerah untuk menyiasati izin Presiden. Adapun dua institusi lain menangani jajaran bawahan kepala daerah. Kondisi itu, imbuh Febri, membuat KPK tidak bekerja sesuai koridornya untuk menangani kasus super besar.