REPUBLIKA.CO.ID, MALANG - Masyarakat tidak perlu resah dengan rencana pemerintah mencabut subsidi BBM. Ekonom Universitas Brawijaya Malang, Prof Dr Achmad Erani Yustika, meyakini bahwa kebijakan pemerintah terkait pencabutan subsidi BBM (premium) tidak akan terealisasi pada tahun ini.
"Saya yakin 90 persen kebijakan ini tidak akan berjalan seperti yang diharapkan pemerintah. Sebab, kebijakan pencabutan subsidi BBM tahun lalu juga sudah dikeluarkan dan gagal," tegas Erani, Rabu.
Ia mengemukakan kebijakan tersebut sudah berkali-kali dilontarkan oleh pemerintah. Tapi, penolakan terhadap kebijakan itu terus menggelinding baik dari masyarakat, pakar-pakar ekonomi dan energi, maupun parlemen sendiri. Hanya saja, tahun 2012 ini memang masih menunggu respons dari parlemen.
"Kita semua berharap kebijakan penghentian subsidi BBM ini ditolak oleh parlemen karena masih ada kebijakan lain yang bisa ditempuh pemerintah," tegasnya.
Pemerintah lebih baik menaikkan harga premium secara pelan-pelan (bertahap) daripada langsung mencabut subsidi BBM tersebut. Sebab, dampaknya bagi perekonomian masyarakat cukup besar dan semakin menyulitkan kondisi mereka.
Kebijakan penghapusan subsidi BBM tersebut seakan memaksa masyarakat beralih ke pertamax atau sumber energi lainnya. Itu termasuk bahan bakar gas (BBG) yang mulai disosialisasikan secara luas pada masyarakat.
"Pemerintah tidak bisa mengambil kebijakan yang 'ekstrem' seperti itu. Dan kalau dipaksakan, saya yakin kebijakan itu tidak akan jalan dalam waktu dekat ini. Apalagi, infrastruktur SPBU untuk BBG dan jaminan keamanan penggunaan BBG juga belum teruji," tegasnya.