REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU - Kementerian Kehutanan meresmikan kandang observasi Harimau Sumatera (panthera tigris sumatrae) di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Fasilitas ini fungsinya ibarat sekolah untuk merehabilitasi harimau dari daerah konflik dengan manusia sebelum dilepasliarkan.
"Langkah nyata seperti ini sangat dibutuhkan daripada kita terus berbeda pendapat mengenai cara pelestarian harimau, karena satwa ini sudah terancam punah," kata Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan, Darori, usai meresmikan kandang observasi harimau Sumatera, Kamis (12/1).
Ia menjelaskan, pembuatan kandang observasi tersebut merupakan bentuk kolaborasi Kementerian Kehutanan dan Asia Pulp and Paper Group (APP). Program itu juga turut menggandeng ahli satwa dari Taman Safari Indonesia dan Yayasan Pelestarian Harimau Sumatera (YPHS).
Kandang observasi harimau Sumatera tersebut berlokasi di daerah arboretum milik APP di Siak. Penghuni pertama kandang tersebut adalah seekor harimau muda berusia 2,5 tahun yang ditangkap dari areal konsesi perusahaan itu di Kecamatan Gaung, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, pada Oktober 2011. Harimau tersebut sempat menerkam sejumlah pekerja di daerah itu.
Harimau muda, yang kini dinamai "Bima" itu, ditempatkan di kandang baja yang ukuran panjang dan lebarnya masing-masing enam meter serta tinggi dua meter. Di dalam kandang terdapat kolam untuk mandi, tempat air untuk minum dan kursi panjang dari kayu. Gerak-gerik perilaku harimau juga dipantau menggunakan empat kamera CCTV yang dipasang di sekitar kandang.
"Kandang observasi ini sudah bagus, namun perlu untuk terus ditingkatnya fasilitasnya seperti dengan membuat kandang lain yang lebih luas sekitar 1 hektare dan kalau bisa ada poliklinik untuk harimau juga," ujarnya.
Untuk selanjutnya, Darori mengatakan, harimau tersebut akan dilepasliarkan kembali dan ada tiga lokasi di Riau yang bisa dipilih. Antara lain Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Kawasan Suaka Margasatwa (KSM) Bukit Rimbang Baling, dan KSM Kerumutan.
Direktur Taman Safari Indonesia, Tony Sumampau, kandang observasi tersebut diharapkan bisa menampung lebih banyak harimau Sumatera dari daerah konflik di Riau. Mengenai harimau Bima, ia menilai hewan itu belum siap untuk dilepasliarkan. Kondisi itu terlihat dari sikap satwa belang yang belum berani menerkam babi hidup yang diumpankan ke dalam kandang.
"Usianya masih sangat muda dan belum terbiasa berburu hewan, karena pada usia 2,5 tahun biasanya harimau masih bersama induknya untuk mencari mangsa," ujar Tony.
Pembina YPHS, Bustoni, mengatakan harimau Bima secara fisik sangat sehat. Namun, Bima dinilai masih perlu dilatih ketangkasannya sebelum dilepasliarkan.
"Ketangkasannya masih perlu dilatih dan itu memang butuh waktu cukup lama, lewat memperhatikan makanan yang diberikan berupa binatang hidup agar harimau tidak kehilangan insting berburunya," kata Bustoni.
"Kami bekerja sama secara erat dengan para pemasok kami, pihak pemerintah serta berbagai pihak terkait lainnya, sehingga secara bersama kami dapat mewujudkan serangkaian program konservasi dengan cakupan yang luas, tidak hanya untuk harimau, namun juga melingkupi satwa lain termasuk orangutan dan badak Jawa," kata Hendra Gunawan.