REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mekanisme peralihan bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) pada April 2012 baru berlaku untuk wilayah Jabodetabek, khususnya Jakarta.
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik, perlu persiapan matang, khususnya persiapan alat pengonversi BBM ke BBG atau converter kit yang ketersediaannya di dalam negeri masih 300 unit.
“Namun, kita tetap usahakan tahun ini Jawa dan Bali sudah menggunakannya,” kata Jero kepada wartawan di Jakarta, Rabu (11/1).
Kementerian ESDM sebetulnya sudah berusaha membatasi BBM subsidi sejak 2011. Namun, kebijakan itu masih dipertentangkan pemerintah. Momen 1 April 2012 menjadi opsi yang tepat untuk melakukannya.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Herman Agustiawan, mengatakan kebijakan konversi BBM sudah tepat. Sebab, kondisi perminyakan nasional sudah sangat rentan. “Sebanyak 30 persen BBM kita impor,” kata Herman dalam kesempatan yang sama. "Jika terus bergantung BBM, kilang minyak di Indonesia berpotensi kolaps. Diversifikasi energi harus dilakukan."
Pemerintah, kata Herman, juga melakukannya secara bertahap. Berawal dari wilayah Jabodetabek, berlanjut wilayah Jawa lainnya dan Bali. Masyarakat juga tak serta merta diwajibkan pindah ke BBG, tetapi ada opsi menggunakan BBM non-subsidi.
Sosialisasi yang dimaksud pemerintah, kata Herman, tak memaksa seseorang pindah dari premium ke pertamax. Sebab, infrastruktur pertamax harus disiapkan, seperti SPBG, LGV, CNG, dan converter kit.
Dirjen Minyak dan Gas Alam, Evita Legowo, mengatakan pemerintah menargetkan pembangunan SPBG sebanyak 110 unit di Jawa dan Bali selama 2012. “Di Jakarta targetnya 19 titik,” katanya. Pemerintah juga menjamin ketersediaan gas jenis CNG sebesar 32,4 mmbtu per tahun. Untuk 2012, negara kemungkinan hanya menggunakan tiga per empat dari total kuota.