REPUBLIKA.CO.ID,MATARAM--Manggis produksi petani di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, dalam waktu dekat akan memperoleh hak paten dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
"Dengan adanya label ini kami akan mudah memasarkan komoditas tersebut ke pedagang besar dan pasar modern," kata Ketua Kelompok Tani Karya Bakti Dusun Batu Kumbung Sukirno di Lombok Barat, Rabu.
Menurut dia, hak paten yang akan diberikan itu dalam bentuk label Manggis Lingsar, karena sentra produksi manggis terbesar di Kabupaten Lombok Barat berada di Kecamatan Lingsar.
Manggis yang diproduksi petani di Kecamatan Lingsar sejak tiga tahun terakhir berhasil menembus pasar internasional, seperti Taiwan dan Singapura, melalui eksportir di Bali.
Selama ini, kata dia, anggota kelompok tani yang dipimpinnya hanya mampu menjual manggis ke tingkat pedagang pengumpul yang memiliki gudang di Batu Mekar, Kabupaten Lombok Barat.
Pedagang pengumpul kemudian mengirim ke eksportir Bali melalui pelabuhan Lembar, setelah dilakukan proses penyortiran.
Selain di kirim ke Bali, ada juga pedagang lokal asal Kabupaten Lombok Timur dan Kabupaten Sumbawa yang menyerap produksi petani di daerah ini.
Pada awal musim panen, kata Sukirni, petani menjual manggis ke pedagang pengumpul seharga Rp35.000 per kilogram, namun kemudian anjlok hingga Rp7.000 hingga 8.000 per kilogram pada saat musim panen raya.
"Kalau awal musim, buah manggis yang dipanen masih terbatas, sehingga harganya masih mahal. Tetapi kalau petani sudah panen serentak, harga merosot tajam," ujarnya.
Ketua Pembibitan Kelompok Tani Karya Bakti Supardi menambahkan, rasa manggis Lingsar diakui lebih manis dari komoditas sejenis di daerah lain. Tekstur kulit manggis ini juga lebih halus.
Ketika musim panen puncak sekitar Desember-Januari, kelompok tani yang memiliki 1.600 pohon bisa menghasilkan produksi hingga dua ton per dua hari, sedangkan pada awal musim bisa hanya sekitar tujuh kuintal per dua hari.
Kelompok tani yang beranggotakan 25 orang itu terus menggeluti usaha perkebunan manggis di lahan seluas 15 hektare yang tersebar di Desa Batu Kumbung.
Para petani tersebut bahkan berhasil menyabet penghargaan Ketahanan Pangan dari Menteri Pertanian Suswono pada Desember 2011. Prestasi itu juga mengantar para petani bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhyono di Istana Negara Jakarta.
Kelompok yang terbentuk sejak 1991 itu dianggap konsisten dan aktif mengembangkan usaha pertanian selain padi. Mereka juga dinilai berhasil membantu pemerintah atas prakarsa dan partisipasinya mendukung pemantapan ketahanan pangan.
"Dengan penghargaan ini kami dijanjikan akan mendapat bantuan kendaraan roda tiga dan alat pascapanen dari pusat," ujarnya.
Supardi berharap dengan adanya labelisasi, produk manggis Lingsar akan lebih dikenal secara nasional maupun internasional. Hal ini tentunya akan berimbas pada kemudahan mereka untuk memasarkan secara langsung produk lokal tersebut tanpa harus melewati perantara pengusaha luar daerah.
Kepala Cabang Dinas Lingsar Dinas Pertanian, Peternakan dan Perkebunan Kabupaten Lombok Barat Kamardin mengatakan pihaknya sudah menjadikan Desa Batu Kumbung, Desa Batu Mekar dan Desa Karang Bayan, Kecamatan Lingsar, sebagai sentra bibit manggis.
"Untuk area pengembangannya sudah mencapai 25 hektare yang tersebar di Desa Dasan Gria, Giri Madya dan Penyanggaran, Kecamatan Lingsar," katanya.
Ia mengatakan, untuk mendukung para petani manggis, dinas terus berupaya memperbaiki jaringan irigasi dan memberikan penyuluhan terkait teknik pemupukan dan sosialisasi kepada para petani. "Kami berharap produk pertanian unggulan ini dapat terus berkembang," ujarnya.