REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia segera menyelidiki insiden pembakaran rumah di Sampang, Madura, Jawa Timur. Insiden berbau SARA ini diduga dipicu kakak-beradik yang kebetulan berbeda aliran dalam beragama.
"Mereka sudah meminta keterangan korban pembakaran rumah di Sekretariat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, kemudian mereka segera turun ke Sampang," kata Direktur LBH Surabaya M Syaiful Aris di Surabaya, Senin.
Di sela menerima kedatangan dua komisioner Komnas HAM Kabul Supriadi dan Esti Armiwulan, ia menjelaskan mereka meminta keterangan dua korban pembakaran rumah yakni ustadz Tajul Muluk dan ustadz Iklil.
"Kedua korban yang didampingi kuasa hukumnya itu menguraikan kronologis kejadian yang mereka ketahui, tapi komisioner Komnas HAM hanya datang untuk mengumpulkan informasi dan data dari berbagai pihak," katanya.
Setelah dari LBH Surabaya, katanya, komisioner Komnas HAM itu turun ke lokasi kejadian di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Madura.
"Pemerintah juga perlu memulihkan semua hak-haknya yang terampas akibat tindak kekerasan yang menimpa mereka, sedangkan polisi dan Komnas HAM juga mengusut tuntas kasus itu secara pidana atau HAM," kata Koordinator Badan Pekerja KontraS Surabaya, Andy Irfan J.
Sebagai catatan, kata dia, pada April 2011 pihak Jamaah Syiah telah melaporkan kasus kekerasan dan pelanggaran HAM yang menimpa mereka kepada Komnas HAM, tetapi Komnas HAM hingga kini tidak melakukan apa pun sesuai dengan kewenangan yang mereka miliki.
"Sikap acuh tak acuh dari Pemkab Sampang, Pemerintah Provinsi Jatim, pemerintah pusat, dan Komnas HAM itu merupakan bentuk pelanggaran HAM juga, karena itu upaya mengungsikan jamaah Syiah di GOR bukan merupakan penyelesaian," katanya.
Apalagi, pengungsian tersebut justru menimbulkan masalah baru bagi mereka, karena pemerintah hanya memberikan fasilitas kepada pengungsi berupa nasi bungkus, dan fasilitas kesehatan ala kadarnya.