Ahad 25 Dec 2011 14:53 WIB

DPR Sesalkan Pemerintah tak Berikan Remisi Natal untuk Koruptor

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Djibril Muhammad
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Trimedya Pandjaitan
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Trimedya Pandjaitan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Trimedya Panjaitan menyesalkan sikap pemerintah yang tidak memberikan remisi khusus Natal kepada narapidana korupsi. Sikap pemerintah itu menunjukkan masih adanya diskriminasi terhadap narapidana.

"Itu termasuk diskriminatif sebenarnya. Tapi bukan diskriminatif soal agama loh ya, melainkan diskriminatif terhadap seorang narapidana," kata Trimedya saat dihubungi Republika, Ahad (25/12).

Trimedya mengatakan, sebenarnya tidak ada istiliah narapidana korupsi, teroris, atau narkoba. Jika seorang sudah masuk dalam sebuah lembaga pemasyarakatan (Lapas), maka hak dan kewajibannya adalah sama selaku warga binaan.

"Namanya juga lembaga pemasyarakatan, ya tempat untuk membina masyarakat. Jadi tidak ada istilah-istilah khusus seperti itu," katanya menegaskan.

Terkait dengan maksud pemerintah yang melakukan pengetatan pemberian remisi, Trimedya mengatakan hal tersebut masih dalam perdebatan. DPR sendiri hingga saat ini tengah melakukan upaya interpelasi kepada pemerintah terkait dengan pengetatan remisi itu.

Menurutnya, sikap pemerintah yang mengeluarkan kebijakan pengetatan remisi itu adalah bentuk ketidakmampuan pemerintah terhadap bawahannya di lembaga pemasyarakatan. Sehingga, pemerintah menempuh jalan pintas dengan mengeluarkan kebijakan itu. "Nah kita lihat saja. Pengetatan ini harus ditinjau," katanya.

Pemerintah memberikan remisi khusus natal kepada 6.280 narapidana di yang ada di seluruh Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia. Namun, remisi itu sama sekali tidak berlaku untuk narapidana korupsi, terorisme, dan narkoba.

"Ya tahun ini kita memberikan remisi khusus natal kepada 6.280 narapidana yang beragama kristen," kata Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI , Sihabudin saat dihubungi Republika, Sabtu (24/12) pagi.

Adapun rincian dari pemberian remisi itu adalah remisi Khusus I (masih menjalani pidana) ada 6.110 dan Remisi khusus II (langsung bebas) berjumlah 170 napi. Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, Denny Indrayana mengatakan, alasan pemerintah tidk memberikan remisi karena korupsi, terorisme, dan bandar narkoba adalah kejahatan luar biasa.

"Ketiganya adalah kejahatan luar biasa sehingga kita tidak berikan remisi kepada narapidana tersebut," kata Denny melalui pesan singkatnya, Ahad (25/12) pagi.

Menurutnya, pengetatan pemberian remisi kepada ketiga jenis narapidana tersebut adalah untuk meningkatkan efek jera dan menegaskan ketiga bentuk kejahatan itu sebagai kejahatan luar biasa dan harus dibasmi dengan cara-cara yang luar biasa juga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement