REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Effendi Simbolon menegaskan, hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) subsidi listrik untuk wilayah Bali merupakan yang paling besar sehingga harus segera dikurangi.
"Kita ini menindaklanjuti temuan BPK yang menyatakan Bali paling boros menggunakan subsidi listrik. Ini harus dikurangi," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Effendi Simbolon saat kunjungan kerja di Denpasar Bali, Kamis.
Panja Sektor Hulu Listrik Komisi VII DPR yang dipimpin Effendy Simbolon melakukan kunjungan kerja untuk meninjau langsung lokasi pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi di Bedugul. Rombongan Komisi VII DPR antara lain Totok Daryanto (F-PAN), Dito Ganindito (F-PG), Halim Kalla (F-PG), Rahmad Hidayat (F-PDI-P) dan Iqbal Alam (F-Hanura).
Lebih lanjut Effendi Simbolon menegaskan, Panja Sektor Hulu Listrik ini akan mendorong pemerintah dan Pemda untuk mencari energi alternatif untuk mengurangi subsidi tersebut. "Bali ini paling boros dalam penggunaan subsidi listrik," kata Simbolon.
Karena itu, tambah Simbolon, Komisi VII berusaha untuk mencarikan jalan keluarnya. Salah satunya tambah Simbolon bagaimana melanjutkan pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi di Bedugul.
Sementara Gubernur Bali Made Mangku Pastika menjelaskan, konsumsi listrik di Bali saat ini mencapai 785 KWH per kapita per tahun. Sementara jumlah penduduk Bali sebanyak 3,9 juta jiwa.
"Diperkirakan kebutuhan listrik di Bali akan mencapai 1.095 MW pada tahun 2015, sekarang ini masih 500 MW. Ini harus diantisipasi," kata Mangku Pastika.
Mangku Pastika juga menjelaskan, ratio pengguna listrik di Bali masih 75 persen penduduk.
Terkait persetujuan pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi di Bedugul, Mangku Pastika mengaku, belum memberikan keputusan apakah setuju atau tidak.
"Saya belum dalam posisi mengambil keputusan karena ingin mendengarkan semua pihak. Karena nanti ujungnya di saya," kata Mangku Pastika.
Lebih lanjut Pastika menjelaskan, pembangkit listrik panas bumi Bedugul sudah dua kali ditolak rekomendasinya. Karena itu tambah Pastika dirinya akan meminta masukan semua pihak.
"Ini pasti akan jadi masalah pro kontra di Bali. Karena ujungnya di saya. Apakah rekomendasi saya setuju atau tidak. Tapi biarkanlah dahulu pro dan kontrak itu berjalan," kata Pastika.