REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rute penerbangan Indonesia ke Malaysia dinilai bermasalah karena ada ketidakimbangan. Malaysia boleh mendaratkan pesawatnya di bandara-bandara strategis, seperti Soekarno Hatta, Ngurah Rai, Sultan Hasanuddin. Sedangkan Indonesia mendaratkan pesawatnya di Bandara Malaysia yang tidak mengntungkan, seperti Kinabalu.
Anggota Komisi V, Marwan Jafar, mengatakan, Malaysia mendapatkan rute gemuk, sementara Indonesia kebagian rute kurus, meski frekuensinya lebih banyak. "Ini sulit diterima," ujarnya, di DPR, Rabu (14/12).
Kesepakatan rute penerbangan itu bermula dari penandatanganan nota kesepahaman (MoU) penerbangan udara antara Indonesia dengan Malaysia, yang dinilainya menafikan asas timbal balik, kesetaraan dan saling menguntungkan.
Lagi-lagi, kesepakatan itu dinilai seagai kemenangan Malaysia karena sukses membeli wilayah udara Indonesia untuk kepentingan ekonomi mereka.
Marwan mengingatkan, setiap nota kesepahaman atau perjanjian internasional yang akan dibuat harus dicermati lebih dahulu, apakah akan menguntungkan atau merugikan.
Komisi V, ungkapnya, merasa kecolongan dengan adanya rencana MOU itu. Dia meminta agar MOU itu ditinjau ulang