Kamis 08 Dec 2011 16:41 WIB

Abaikan Hak Penyandang Cacat, Lion Air Harus Minta Maaf dan Bayar Ganti Rugi

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Maskapai penerbangan harus lebih memperhatikan hak-hak penumpang penyandang cacat. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya memenangkan gugatan Ridwan Sumantri, penumpang tunanetra yang merasa dilecehkan ketika terbang dengan pesawat Lion Air pada April 2011 lalu. PT. Lion Mentari Airlines, PT.Angkasa Pura 2 dan Kemenhub pun harus minta maaf dan membayar ganti rugi kepada Ridwan.

"Menghukum tergugat secara tanggung renteng senilai Rp 25 juta langsung dan tunai. Memerintahkan para tergugat menyampaikan permintaan maaf satu kali di koran dan media massa nasional," ujar Ketua majelis hakim, Amin Sutikno di persidangan PN Jakarta Pusat, Kamis (8/12).

Majelis mengungkapkan perbuatan para tergugat termasuk perbuatan melawan hukum karena tidak menyediakan fasilitas khusus untuk Ridwan sebagai penyandang cacat sehinggga membahayakan jiwa Ridwan.

Ridwan sebelumnya mengajukan gugatan karena merasa dilecehkan saat terbang di pesawat Lion Air JT 12 pada 11 April 2011 lalu. Ridwan menggugat agar Lion, Angkasa Pura dan Kemenhub agar memberi ganti rugi immateri senilai Rp 100 Juta dan menyatakan permintaan maaf kepada seluruh penyandang cacat di Indonesia lewat media massa nasional karena telah melakukan pelecehan.

Dalam gugatan, Ridwan yang juga aktivis sosial bidang penyandang cacat ini hendak terbang dari Jakarta ke Denpasar untuk riset tentang Undang-Undang yang berkaitan dengan penyandang cacat.

Ketika itu, Ridwan mengaku tidak ada perlakuan khusus pada dirinya untuk dipermudah untuk naik pesawat. Sehingga, Ridwan pun bingung bagaimana caranya menaiki tangga pesawat. Ridwan mengatakan, harusnya penyandang cacat seperti dirinya diberi kesempatan untuk masuk pesawat pertama kali. Namun, dia ternyata masuk pesawat belakangan.

Wallhasil, Ridwan pun dibopong untuk bisa duduk di kursi 23 A sesuai dengan yang tercantum dalam tiketnya. Kaki Ridwan pun beberapa kali mengenai penumpang lain sehingga membuat risih para penumpang.

Tidak cukup sampai di situ, Ridwan disodori formulir persetujuan berisi jika pihak Lion tak bertanggung jawab jika terjadi apa-apa dengan diri Ridwan. Bahkan, jika ada penumpang yang merasa rugi karena dirinya, Lion pun tidak bertanggung jawab.

Merasa tidak menderita sakit, Ridwan pun menolak menandatangani surat itu. Karena ditekan oleh tiga pramugari, Ridwan akhirnya menandatangani surat tersebut. Saat itu, Ridwan mengaku diminta turun jika menolak tandatangan. Kalau pun menolak turun, maka pilotnya mengancam turun.

Majelis hakim menganggap para tergugat melanggar Undang-Undang No.1 Tahun 1999 tentang penerbangan. Dalam Undang-Undang tersebut, diatur jelas bahwa para penyandang cacat berhak memperoleh pelayanan khusus dari maskapai swasta. Yakni fasilitas tambahan saat turun atau naik pesawat dan mendapatkan pendamping untuk membantu penumpang selama penerbangan.

Kuasa hukum Lion, Nusirwin mengaku keberatan atas putusan hakim. Pasalnya, hakim dinilai memberi putusan cuma atas pengalamannya sendiri tanpa mempertimbangkan alat bukti. Oleh karena itu, Nusirwin menegaskan akan mengajukan banding.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement