REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA— Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad sebaiknya segera melupakan jasa DPR yang memilihnya menjadi ketua. Hal itu disampaikan Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Yuna Farhan.
“Abraham Samad harus segera lupakan jasa DPR telah memilihnya, agar tidak memiliki keterikatan dan hutang jasa,” ungkapnya ketika dihubungi Republika, Sabtu (3/12). Ia juga menganggap terpilihnya Abraham Samad adalah hasil dari kompromi politik di dalam DPR, sehingga terpilihnya ketua KPK diluar ekpektasi banyak pihak.
Namun menurutnya, Abraham Samad harus menunjukkan kepada publik bahwa keterpilihannya menjadi Ketua KPK yang baru, dapat menjadi pembuktian bagi KPK. Selain itu, kepemimpinan di KPK yang kolektif kolegial membuat peran ketua tidak terlalu signifikan. Karena tentu akan melibatkan semua anggota KPK.
Yuna menilai beberapa kasus besar yang sudah berada di KPK harus segera diungkap. Yang pertama harus diungkap, jelas dia, adalah kasus wisma atlet. “Sebaiknya, Abraham Samad dan Pimpinan KPK yang baru harus mensegerakan evaluasi kasus wisma atlet ini,” ujarnya.
Kasus ini dianggap sangat penting karena melibatkan orang dalam partai berkuasa saat ini, seperti Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, Bendahara Umum M. Nazaruddin dan Menpora Andi Malarangeng.
Selain itu, dikarenakan kasus wisma atlet ini yang paling mungkin untuk diungkap dalam waktu dekat. "Wisma atlet yang paling dekat untuk diungkap," ujarnya. Kasus korupsi wisma atlet ini diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 25 miliar. Kemudian tidak kalah pentingnya adalah kasus Century yang diperkirakan juga melibatkan orang dekat Presiden SBY.
Kasus Century ini, jelas Yuna, memang penting, namun di kasus Century masih membutuhkan waktu yang lama, karena KPK belum bisa menemukan simpul korupsinya dengan jelas. "Ini Karena masih kuat intervensi politik di Century," ungkapnya. KPK sebelumnya memperkirakan kerugian negara akibat korupsi Century ini diperkirakan senilai Rp 6,7 Triliun.
Dan beberapa kasus lain, seperti kasus suap pemilihan deputi gubernur senior Miranda Gultom. Dimana Nunun Nurbaeti diduga sebagai tokoh kunci yang membagikan cek suap tersebut ke beberapa anggota DPR periode 1999-2004.
Kasus mafia pajak yang melibatkan Gayus Tambunan yang merugikan negara sebesar Rp 25 miliar bersama Anggoro Widjojo yang merugikan negara sebesar Rp 180 miliar.Dan kasus dugaan korupsi PLTS di Menakertrans, yang juga melibatkan istri dari M Nazaruddin yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 8,9 miliar