REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Principal Centre for Orangutan Protection (COP) Hardi Baktiantoro, mengapresiasi kinerja aparat keamanan terkait pembantaian orang utan (pongo pygmaeus) di Muara Kaman, Kalimantan Timur (Kaltim). Empat orang, termasuk seorang pejabat level manajer pada Metro Kajang Holdings Berhad Malaysia, ditahan.
Hardi mengatakan, kejahatan yang dilakukan Metro Kajang Holdings Berhad, sebenarnya jamak dilakukan perusahaan perkebunan kelapa sawit lain. Pasalnya dalam pandangan perusahaan itu, habitat orangutan dianggap sebagai hama. Buktinya, banyak orangutan berada di pusat-pusat penyelamatan orangutan di Balikpapan, Palangkaraya, Pangkalan Bun, dan Ketapang, serta Samarinda, mengalami luka-luka penganiayaan.
Dari 1.200 orang utan yang direhabilitasi, lanjut dia, berasal dari perkebunan kelapa sawit. Jika yang diselamatkan masih bayi atau anakan, dipastikan induk orangutan pasti sudah terbunuh. Jika yang diselamatkan orangutan dewasa, hampir 100 persen menderita luka di tangan dan kepala, karena disiksa dengan cara diikat atau dipukuli para pekerja.
Hardi menerangkan, tim penyelamat dan staf Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim merupakan saksi mata dari kejahatan dan kekejaman tersebut. Nihilnya penegakan hukum, dinilainya menjadi pemicu mengapa pembantaian orang utan terus berlangsung. “Sayangnya, hingga saat ini para pelaku belum ada yang dijebloskan ke penjara,” ujar Hardi.
Pihaknya berharap, kasus Metro Kajang Holdings Berhad bisa menjadi momentum baik untuk melakukan koreksi total atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam pengembangan industri kelapa sawit. Karena dengan adanya kepastian hukum, sangat memungkinkan menjadi daya tarik tersendiri bagi investasi.