REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA-Pemerintah merencanakan untuk menarik utang sebesar Rp 287,62 triliun tahun depan. Utang itu ditarik melalui penerbitan berbagai varian surat bendahara negara dengan target bruto sebesar Rp 240,32 triliun. Pemerintah sebelumnya menyebut akan mengurangi utang untuk keseimbangan anggaran.
Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kemenkeu yang berasal dari seminar Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Utang 2012, Kamis (1/12). Dalam data itu disebut rencana defisit anggaran dalam APBN 2012 sebesar Rp 125,62 triliun. Untuk menutup defisit sekaligus membayar utang, total pembiayaan yang dibutuhkan mencapai Rp 296,44 triliun.
Kebutuhan pembiayaan itu akan ditutup melalui penerbitan obligasi negara Rp 240,32 triliun, pinjaman program Rp16,85 triliun, pinjaman proyek Rp 39,12 triliun, dan pinjaman dalam negeri Rp 134 miliar. Pembiayaan dalam negeri akan diprioritaskan, terutama melalui penerbitan obligasi dengan beragam tenor. Untuk penerbitan obligasi berdenominasi valas, pemerintah mengagendakan penerbitan global bond dan samurai bond di pasar internasional.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa di kantornya, Senin (28/11), mengatakan, "Ke depan kita harus mengurangi utang. Bukan berarti utang itu tidak baik, utang penting apabila digunakan secara tepat karena dia juga akan mendorong pertumbuhan," kata Hatta. Kondisi perekonomian yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat harus menjadi pelajaran.
Menurut Hatta, pelajaran besar yang bisa diambil dari Eropa dan AS itu adalah menjaga keseimbangan dalam segala aspek, khususnya dalam spending dan income. Hatta mengingatkan, jangan sampai belanja lebih besar daripada pendapatan. Hal itu akan menimbulkan imbalances yang pada akhirnya akan bubble.
Hatta mengingatkan, utang yang belum dibelanjakan itu tidak bisa dikatakan sudah membebani anggaran, kecuali kalau ada commitment fee yang harus yang harus dibayar. Presiden, kata Hatta, sudah memerintahkan agar sangat selektif dalam utang. "Tidak perlu utang. Kalau bisa dibiayai dalam negeri ya dibiayai dalam negeri," kata Hatta.