REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sepuluh tahun pascapemberlakuan otonomi daerah, kualitas pendidikan secara nasional mengalami penurunan, kata Anggota Komisi X DPR RI Popong Otje Dundjunan, Rabu, di Bogor.
"Pemberlakuan otonomi daerah menyebabkan turunnya kualitas pendidikan. Hal tersebut ditunjukkan dengan turunnya peringkat pendidikan Indonesia dalam skala global," papar Popong Otje Djundjunan saat mengikuti Lokakarya Desentralisasi Pendidikan yang diselenggarakan Balitbang Kemdikbud, Senin - Rabu.
Popong Otje Djundjunan merujuk pada data yang dilansir oleh UNESCO pada akhir 2007 atau enam tahun setelah diberlakukannya UU otonomi daerah, peringkat Indonesia di bidang pendidikan turun dari peringkat 58 menjadi 62 dari 130 negara di dunia.
"Enam tahun setelah otonomi daerah diberlakukan, Indonesia mengalami penurunan hingga empat peringkat di bidang pendidikan," tutur wanita asal Kota Bandung ini.
Popong mengungkapkan, indeks pembangunan pendidikan Indonesia hanya 0,935 di bawah Malaysia (0,945), dan Brunei Darussalam (0,965).
Sementara itu, indeks permbangunan manusia menyebutkan bahwa Indonesia saat ini berada masih pada posisi 110 dari 175 negara di dunia.
"Rendahnya mutu pendidikan tidak dipengaruhi faktor tunggal. Ada sejumlah variabel yang saling terkait dan berhubungan. Salah satunya desentralisasi pendidikan. Karena itu perlu dilakukan kajian menyeluruh untuk mengatasi berbagai hambatan yang menyebabkan penurunan mutu pendidikan kita," ujarnya.
Popong menegaskan, secara prinsip dirinya sangat setuju dengan konsep desentralisasi pendidikan, karena ada banyak harapan perbaikan dan peningkatan mutu yang bisa dikejar.
Namun mengingat banyaknya hambatan dan persoalan yang berkembang, desentralisasi perlu dikaji ulang, agar bisa dilakukan perbaikan demi kemajuan pendidikan ke depan.
"Perlu adanya pembagian tugas dan peran yang jelas antara kewenangan pusat dengan daerah di bidang pendidikan. Desentralisasi perlu disempurnakan dengan mengadopsi hal-hal positif dari konsep sentralisasi," terangnya.