REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menanggulangi penyakit katarak, terutama di masyarakat kurang mampu bukan perkara murah. Pemerintah hingga ini menunggu peran pengusaha dan terus berharap mereka meningkatkan keterlibatan dalam upaya tersebut.
Meski, pemerintah juga menegaskan tidak akan mengintervensi gerakan pemberantasan kataraak yang dilakukan pengusaha atau pihak swasta lain. "Tugas pemerintah adalah memfasilitas dan mendukung secara tidak langsung segala kebutuhan yang diperlukan," ujar Wapres Budiono, Selasa (29/11).
Apakah itu kebutuhan dokter, perangkat atau alat operasi, ata kendala lain yang menghambat gerakan itu dan perlu dituntaskan segera.
"Saya kira kalau dari segi pemerintah, salah satu posisi kita, yakni Bu Menteri Kesehatan (Endang Rahayu Sedyaningsih) adalah jangan mengintervensi. Ini gerakan yang sudah berjalan sangat baik," ujarnya saat memberikan sambutan dalam acara bakti sosial operasi katarak, di RSCM Kirana, Selasa (29/11).
Tindakan intervensi atau pengambilalihan oleh pemerintah justru bisa berdampak negatif dengan tidak tercapainya target (operasi) yang diinginkan. Sebagai gambaran biaya operasi untuk katarak sebesar Rp 3,5 juta per pasien, mencakup biaya dokter, rumah sakit, perawatan dan beberapa kebutuhan lainnya.
Dengan adanya bantuan dari pengusaha maka biaya itu bisa dipangkas atau bahkan digratiskan. "Pada bakti sosial ini dokter bersedia untuk dibayar Rp 50 ribu," kata Direktur Utama PT Sido Muncul, Irwan Hidayat.
Menurut BOediono keberhasilan pelaksanaan operasi katarak akan mengembalikan kehidupan pasien yang membutuhkan pertolongan. Mereka bisa melihat kembali dan melakukan banyak yang sebelumnya tidak mungkin.
Untuk itu, Boediono berharap gerakan seperti ini dapat ditingkatkan kembali. Semakin banyak pengusaha yang dapat terlibat akan semakin baik.