Selasa 22 Nov 2011 18:17 WIB

Lagi-lagi, BPK Temukan Masalah Setoran Pajak Rp 859 Miliar Lebih

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Pajak (ilustrasi)
Foto: oursmart.com
Pajak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Penyetoran pajak hingga kini masih bermasalah dan jauh dari tertib. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui pemeriksaan kepatuhan kewajiban perpajakan menemukan permasalahan penyetoran pajak Rp 859,64 miliar dan sanksi Rp 13,69 miliar.

Masalah penyetoran pajak itu merupakan tindakan tidak setor dan terlambat setor pajak yang berindikasi setoran pajak fisik dan keterlambatan pelimpahan pajak.

Kondisi itu terungkap dalam acara Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Kewajiban Perpajakan dalam Pengelolaan APBN/D pada sebelas Kementerian/Lembaga, sembilan Pemerintah Provinsi dan sepuluh Pemerintah Kota/Kabupaten di Kementerian Keuangan, Selasa (22/11).

LHP ini dihadiri Anggota BPK Taufiqurrahman Ruki dan pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, pejabat daerah, dan TNI/Polri. Pemeriksaan tersebut, menurut BPK, telah dilaksanakan sesuai dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).

Auditor Utama Keuangan Negara II BPK, Syafri Adnan Baharuddin, dalam pidatonya mengatakan, Pemeriksaan Terinci mendapati permasalahan pengenaan pajak, penyetoran pajak, dan pelaporan pajak.

"Pengenaan Pajak (salah jenis pajak, tarif pajak, dasar pengenaan pajak, objek pajak yang tidak dipotong/dipungut dan tidak seharusnya dipotong atau dipungut), mengakibatkan Lebih Potong  Rp 54,81 miliar dan Kurang Potong Rp 368,70 miliar," kata Syafri.

Sedangkan, masalah Pelaporan Pajak (tidak dan terlambat menyampaikan SPT), dengan potensi sanksi Rp 3,10 miliar. "Selain permasalahan tersebut, terdapat perbuatan melawan hukum, yakni terdapat indikasi setoran pajak fiktif sebesar Rp 674.632.556,47," ujar Syafri.

Dia menjelaskan, setoran pajak fiktif adalah Bendahara memiliki Surat Setoran Pajak (SSP), namun sesuai dengan hasil uji silang terhadap Modul Penerimaan Negara (MPN) dan konfirmasi ke KPPN dan Bank Persepsi, menunjukkan bahwa SSP tersebut tidak tercatat.

Pertimbangan perlunya pemeriksaan kepatuhan kewajiban perpajakan, kata Syafri, tak lepas dari fakta bahwa sekitar 70 persen penerimaan negara berasal dari sektor perpajakan, sementara tax ratio yang masih rendah. Selain itu ada indikasi permasalahan yang ditemukan dalam pemeriksaan pendahuluan yang menunjukkan bahwa Bendahara Pengeluaran kurang mematuhi ketentuan perpajakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement