REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sekretaris Pendiri Indonesia Audit Watch, Iskandar Sitorus, meminta DPR tidak menyepelekan proses rekrutmen Deputi Gubernur Bank Indonesia (DGBI).
Menurut Iskandar, pemilihan DGBI merupakan kewenangan Komisi XI DPR. Sayangnya, hingga kini terlihat bahwa Komisi XI belum serius melaksanakannya.
Dengan kondisi itu, kata dia, DPR mempertontonkan bagaimana sesungguhnya parlemen menjadi tidak perlu memiliki kewenangan untuk memilih DGBI. Pasalnya, proses fit and proper test yang harusnya dilakukan awal Desember hingga kini belum terlihat tanda-tanda pelaksanaannya.
Padahal, Komisi XI harus menyeleksi dua pengganti DGBI yang lowong, karena Muliaman D Hadad yang habis masa jabatannya pada Desember dan Budi Rochadi yang meninggal.
Seleksi tersebut diikuti empat orang, yakni Muliaman D Hadad dan Riswinandi yang saat ini menjabat wakil Direktur Utama Bank Mandiri. Serta Perry Warjiyo yang kini menjabat Direktur Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI, dan Ronald Waas yang menjabat Direktur Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran BI.
"Tes yang dilakukan Komisi XI sangat berbeda sekali dengan Komisi III saat memilih pimpinan KPK yang dilakukan dengan hati-hati,” kata Iskandar di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (21/11) sore.
Padahal, jabatan DGBI sangat strategis, yakni melaksanakan kebijakan moneter, menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia.
Saat memilih Busyro Muqoddas, kata Iskandar, Komisi III menggunakan alasan perlu kehati-hatian agar bisa menyaring personal yang berkualitas. Adapun Komisi XI terlihat tergesa-gesa dengan memilih secara cepat.
Padahal, perbedaan rekrutmen itu menunjukkan DPR tak memiliki model baku dalam melakukan fit and proper test. “Sepertinya DPR membuat aturan dengan sesukanya,” sindir Iskandar.