Jumat 18 Nov 2011 14:31 WIB

Beli Pesawat Kepresidenan, SBY Dinilai Bergaya Hidup Hedon

Rep: Esthi Maharani/ Red: Djibril Muhammad
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Foto: Antara/Widodo S Jusuf
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tak hanya anggota DPR yang dinilai bergaya hidup hedon. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun dianggap memiliki gaya hidup yang sama hedon, bahkan dinilai lebih parah dibandingkan anggota DPR.

"Yang paling parah adalah Presiden SBY. Presiden juga ikut-ikutan hidup dengan gaya hedon. Rupanya presiden SBY sepertinya tidak mau kalah dengan anggota DPR yang bergaya hedon," kata Koordinator Investigasi dan Advokasi Fitra, Uchok Sky Khadafi lewat rilis yang diterima Republika, Jumat (18/11).

Dalam rilis tersebut, Fitra dan Indonesia Human Rights Committee For Social Justice (IHCS) menyebutkan hedonisme itu ditunjukan presiden dengan keinginan kepala negara untuk membeli green aircraft pesawat kepresidenan. Pesawat itu akan dibeli dengan uang negara dengan jumlah alokasi dana yang tidak main-main, yakni Rp 92 miliar.

Alokasi anggaran pembelian pesawat kepresidenan pada 2012 sebesar Rp 339,296 miliar dan total pembelian Pesawat kepresidenan baru jenis Boeing Jet 2 seharga 58 juta dollar Amerika atau Rp 496 miliar. Anggaran untuk pembelian pesawat kepresidenan itu diperoleh dari utang berbentuk promissory notes.

Secara sederhana, promissory notes adalah surat sanggup bayar yang merupakan kontrak yang berisikan janji secara terinci dari satu pihak pembayar untuk membayarkan sejumlah uang kepada pihak lainnya. Kewajiban ini dapat timbul dari adanya suatu kewajiban pelunasan suatu hutang.

Misalnya, dalam suatu transaksi penjualan barang di mana pembayarannya mungkin saja dilakukan sebagian secara tunai dan sisanya dibayar dengan menggunakan satu atau beberapa perjanjian.

"Dengan demikian, pembelian pesawat dengan utang sangat mencemaskan sekali, bukan membanggakan bangsa ini karena, bukan untuk kebutuhan real kesejahteraan rakyat miskin tetapi, hanya untuk memenuhi nafsu hedon para pejabat publik kita saja," katanya.

Celakanya, keingianan pembelian pesawat kepresidenan ini ditegaskan lagi oleh keterangan pemerintah yang dibacakan pada Kamis (17/11) di hadapan Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu disampaikan oleh Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, Hari Purnomo.

Uchok mengutipkan pernyataan Hari yang mengatakan bahwa lebih prioritas biaya pesawat kepresidenan demi penghematan anggaran dan keamanan Presiden dibandingkan dengan alokasi anggaran kesehatan. Karena, masih menurut pemerintah, posisi UU Kesehatan dan APBN dalam posisi setara, sehingga berlaku teori hukum lex spesialis derogat lex generali, yakni UU APBN mengesampingkan UU kesehatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement