REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Kontrak bagi hasil pada sektror migas yang telah kadaluarsa kepemilikannya akan dilimpahkan ke pemerintah. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kepemilikan nasional di ladang-ladang migas tanah air.
Wakil Menteri, Widjajono Partowidagdo menyatakan, selama ini banyak kontrak yang dimiliki oleh pihak asing. Sementara keberpihakan nasional di dalamnya minim. “Pola seperti ini disebabkan oleh minimnya tenaga ahli dalam bidang migas pada masa lalu,” katanya, Selasa (15/11). Akibatnya, pemerintah Indonesia memerlukan asistensi dari pihak yang telah berpengalaman.
Namun saat ini, Indonesia telah memiliki sumber daya manusia dan teknologi yang memadai. Saat ini banyak kontrak yang akan habis masa berlakukanya. “Kontrak migas yang ada saat ini kebanyakan di buat pada masa Presiden Soekarno dulu,” katanya.
Sehingga nantinya semua kontrak migas yang telah kadaluarsa akan diberikan kepada pemerintah. Selanjutnya pemerintah akan menawarkan ke Pertamina. Namun bila perseroan tidak mampu mengelola, maka pemerintah akan membuka pintu bagi perusahaan migas lokal atau perusahaan daerah.
Meskipun demikian, perusahaan asing tetap bisa berpartisipasi dalam bursa pengambilihan kontrak kadaluarsa ini. Namun tetap saja, di setiap kontrak atas blok migas yang ditawarkan, pemerintah berhak memiliki minimal 40 persen saham. “Yang jelas pemerintah harus mayoritas,” katanya.
Perusahaan asing pun, lebih banyak diprioritaskan untuk menggarap ladang minyak yang sulit dikerjakan, seperti di laut dalam atau daerah terpencil yang sulit dijangkau.
Untuk memuluskan rencana ini, Kementerian akan mengubah beberapa klausul dalam undang-undang minyak dan gas. “Sehingga ada dasar hukum yang mengikat,” katanya. Rencana ini terlebih dahulua akan dibicarakan dengan pihak terkait termasuk pelaku usaha dan DPR.. Dia berharap rencana tersebut dapat segera direalisasikan.