REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Tanggapan atau replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martha P Berliana Tobing terhadap nota pembelaan Anand Krishna dan tim kuasa hukumnya dalam kasus pelecehan seksual dinilai penuh dengan 'sandiwara'.
Demikian disampaikan Darwin Aritonang, SH, salah seorang penasehat hukum Anand Krishna, dalam siaran pers yang diterima di Denpasar, Jumat (11/11), menanggapi replik yang dibacakan di hadapan majelis hakim yang diketuai Albertina Ho di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (10/11).
Pada sidang yang berlangsung sekitar setengah jam itu, kata Darwin Aritonang, JPU Martha P Berliana Tobing dalam repliknya mengesampingkan fakta-fakta yang terjadi dalam persidangan yang sudah berlangsung lebih dari setahun itu.
Alasannya, keterangan saksi dan bukti di berita acara pemeriksaan (BAP) sudah cukup untuk menuntut Anand Krishna dengan hukuman pidana penjara dua tahun enam bulan.
JPU dalam nota replik-nya itu, kata Darwin, tidak menjawab beberapa kejanggalan yang terdapat dalam surat tuntutan hukumannya. Salah satunya adalah mengenai penjelasan saksi psikiater Prof Wija terkait fakta hipnosis.
Menurut Darwin, yang seharusnya menjadi saksi ahli pidana dalam kasus ini adalah Prof H Dwidja Priyatno, SH, MH, SpN, guru besar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Bandung dan Rektor Universitas Suryakancana, Cianjur.
Prof Dwidja dalam kesaksiannya saat itu menyatakan bahwa kasus Anand semestinya tidak bisa dilanjutkan karena tidak ada saksi dan bukti yang memenuhi persyaratan seperti yang digariskan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Ini adalah salah satu pertanyaan yang kami ajukan dalam nota pembelaan, tapi sepertinya diabaikan oleh JPU sebagaimana mengabaikan fakta-fakta di persidangan," ujar Andreas Nahod Silitonga dari Kantor Hukum Gani Djemat & Partners, penasihat hukum Anand Krishna lainnya.
Karena fakta-fakta persidangan itu dikesampingkan karena kesaksian dan bukti dianggap sudah terpenuhi di BAP maupun surat dakwaan, maka persidangan yang berlangsung hampir setiap minggu dalam lebih dari setahun ini tidak ada gunanya.
Sementara itu, dr Wayan Sayoga, salah seorang juru bicara Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA) menyerukan kepada JPU Martha P Berliana Tobing untuk menghormati etika institusi peradilan dan mekanisme dalam pencarian keadilan dengan menyusun tuntutan hukuman serta replik berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan.
"Kami minta Ibu Jaksa agar menghormati proses peradilan yang sedang berjalan, dan bersikap profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang adhyaksa. Surat tuntutan seharusnya berdasarkan fakta-fakta persidangan, bukan malah dikesampingkan. Ini sangat aneh dan janggal," ujarnya.
JPU Martha sebelumnya juga membantah mengenai tuduhan adanya konspirasi dari saksi Muhammad Djumat Abrory Jabar dengan tujuan menjatuhkan tokoh spiritual itu, seperti yang tertera dalam pledoi Anand Krishna, Senin (7/11).
Hal tersebut semuanya ada dalam rekaman dan tercatat dalam transkrip persidangan. Cuplikan rekaman persidangan kasus Anand Krishna itu dapat dilihat di situs Youtube.