REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TEPI), Jeirry Sumampow mengatakan, jalan terbaik bagi partai menengah dan kecil adalah memboikot pembahasan RUU Pemilu yang tengah berlangsung saat ini.
"Tinggal tergantung sikap fraksi di DPR. Kalau mereka lihat ada gejala pemaksaan yang tak bisa dihentikan, memang jalan terbaik adalah boikot dari pembahasan yang berlangsung. Sehingga akan kembali pada undang-undang yang lama. Itu mungkin akan lebih baik," katanya usai diskusi mengenai pemilu di Jakarta, Selasa (8/11).
Komentar ini terkait usulan partai besar yang ingin menaikan ambang batas partai atau parliamentary threshold (PT) dan jumlah kursi per daerah pemillihan (dapil). Kemudian, keluarnya daftar inventarisasi masalah (DIM) pemerintah yang sejalan dengan usulan partai-partai besar.
Antara lain, penetapan PT sebesar empat persen, sejalan dengan usulan Partai Demokrat. Serta jumlah kursi per dapil sebanyak 3-6, sesuai dengan usulan Partai Golkar.
Apalagi, tambahnya, pembahasan yang dilakukan saat ini tak lagi dalam konteks revisi. Melainkan sudah membuat undang-undang baru. Hal tersebut lantaran terlalu banyak pembahasan yang dilakukan. Bahkan, ia menilai banyak hal yang seharusnya tidak dibahas lagi. Antara lain, mengenai besaran PT dan alokasi kursi.
Seharusnya, ujar dia, fokus revisi pada hal-hal yang belum disepakati di tingkat badan legislasi (baleg) dan belum bisa diputuskan pada paripurna DPR RI. Antara lain, mekanisme penghitungan. Ia mengaku sepakat dengan dengan usulan suara habis dihitung di tingkat daerah pemilihan (dapil).
"Habis di dapil saja lebih mudah. Tidak ada keanehan-keanehan. Tidak ada lagi, suara dilimpahkan ke partai lain. Misalnya, suara PDS (Partai Damai Sejahtera-red) yang dilimpahkan ke PPP (Partai Persatuan Pembangunan). Itu terjadi di sistem pemilu. Kalau habis di dapil, ya habis. Jadi suara di satu dapil tidak kemana-kemana. Tidak menyalahi aspirasi suara rakyat juga," tandasnya.